Jakarta. Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Menetapkan target pertumbuhan ekspor non migas tahun ini sebesar 7%-9%. Kementerian Perdagangan (Kemdag), berupaya memacu ekspor melalui beragam strategi baik penjualan dipasar tradisional yang sudah ada, maupun mengembangkan pemasaran ke negaratujuan ekspor yang baru.
Sebagai gambaran, tahun lalu ekspor non migas naik 6,25% dari US$ 153,03 Miliar di tahun 2017 menjadi US$ 162,65 miliar di tahun2018. Kinerja ekspor non migas Indonesia tahun ini menghadapi tantangan berat. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor non migas pada Januari 2019 hanya US$ 12,63 miliar turun 4,3% dibandingkan dengan periode Januari 2018 senilaiUS$ 13,2 miliar.
Meskipun demikian Direktur Pengembangan Produk Ekspor Kemdag Ari Satria optimistis target pertumbuhan 7%-9% bisa terkejar. “Masih” ada 11 bulan kedepan untuk menggenjot target 7% sampai 9%,” tutur Ari, Kamis (28/2).
Kemdag sudah menyiapkan strategi untuk memacu ekspor, baik dari jangka pendek hingga panjang. Khusus misalnya target jangka pendek, pemeritah berupaya mengurai hambatan tarif bea masuk ekspor minyak sawit ke India danChina. Pekan lalu Kemdag telah mengirimkan delegasi ke India.
Kemdag juga mulaimenggencarkan promosi dagang ke negara-negara yang selama ini jadi andalan ekspor seperti Amerika Serikat (AS) dan India. AS merupakan negara tujuan ekspor trbesar kedua setelah China, sedangkan India ke empat setelah Jepang.
Pada 14-18 Januari 2018, Kemdag menggelar misi dagang ke Washington DC dan New York. Kegiatan ini menghasilkan transaksi US$ 682,1 juta. Produk yang terjual antara lain baja, kopi, kedelai, dll.
Promosi dagang juga akan menyasar Afrika, Asia Selatan, Amerika Latin.
Menurut Ari, program diversifikasi pasar dan produk ekspor ini tak akan berhasil tanpa dukungan pelaku usaha. Ia berharap semakin banyak pelaku usaha yang terjun ke aktivitas ekspor, sehingga volume, nilai, dan jenis barang ekspor meningkat.
Ketua Kamar Dagang dan industri Indonesia (Kadin) Rosan Roeslani menyebut, pengembangan ekspor harus bersamaan dengan peningkatan industri manufaktur. Karena itu ia menyarankan pemerintah membuat kebijakan pro pelaku industri.
Misalnya membuat regulasi mempermudah pelaku usaha, memperbaiki masalah tenaga kerja, dan harmonisasi pemerintahpusat dan daerah. “Hingga memberikan insentif bagi perusahaan yang berorientasi ekspor,” jelas Rosan.
Sumber : Harian Kontan
Leave a Reply