Selangkah Lagi, Pajak Barang Mewah untuk Mobil Listrik 0%!

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bersama Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mendatangi Komisi XI DPR untuk ‘meminta persetujuan’ terkait skema terbaru perhitungan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM).

Simplifikasi dilakukan. Untuk lebih mudah dalam melihat aturan terbarunya, simak pokok perubahan di bawah ini :

Selangkah Lagi, Pajak Barang Mewah untuk Mobil Listrik 0%!

Aturan PPnBM tak lagi menghitung kapasitas mesin, justru lebih melihat efisiensi. Semakin rendah emisi semakin rendah tarif pajaknya.

Di balik hal ini, ternyata mobil listrik lah jawabannya. Pemerintah mencoba memberikan insentif dalam bentuk Peraturan Pemerintah dan mendorong Peraturan Presiden terkait mobil listrik.

“Jadi PPnBM ini dari sisi fasilitas fiskal. Jadi peningkatan, dan insentif untuk memproduksi mobil listrik di Indonesia,” kata Airlangga Hartarto, Senin (11/4/2019).

nsentifnya tak tanggung-tanggung, pemerintah menolkan pajak penjualan atas barang mewah khusus mobil listrik. “PPnBM-nya diturunkan ke nol persen. Mobil listrik bukan berbasis CC makanya diubah aturannya,” kata Airlangga.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan sesuai dengan UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Penjualan Barang Mewah, dalam pasal 8 ayat 3 disebutkan pengelompokan barang kena PPnBM dilakukan setelah konsultasi dengan DPR.

“Oleh karena itu, kami sampaikan surat ke DPR untuk konsultasi karena ada perubahan PPnBM roda 4. Perubahan tersebut adalah pada saat ini policy PPnBM berdasarkan kapasitas mesin, untuk usulan perubahan maka dihitung bukan mesin tapi konsumsi bahan bakar dan karbon dioksida,” kata Sri Mulyani.

Namun, lebih jauh Sri Mulyani mengatakan perubahan skema pajak penjualan khusus kendaraan bermotor tidak berlaku bagi mobil super mewah. Adapun yang dikecualikan adalah super car seperti Lamborgini cs.

Sri Mulyani menjelaskan, Lamborghini Cs memiliki emisi mesin di atas 5.000 cc. Selain itu, hanya dimiliki oleh masyarakat berpenghasilan besar untuk menunjukkan status sosialnya.

“Kalau mobil yang sangat besar atau sangat mewah, tetap kena (PPnBM) 125%. Lamborgini dll yang tidak perlu diturunkan karena efek persepsi dan keadilan,” tegasnya.

Untuk aturan lama tarif PPnBM yang dikenakan dari 10% – 125% dan dalam aturan baru dari 10%-70% untuk kendaraan berkapasitas mesin di bawah 5.000 cc. Sedangkan yang di atas 5.000 cc tetap 125% meski emisi karbonnya rendah.

“Untuk skema ini bukan masalah utamanya. Untuk berikan insentif tujuannya merespons bagaimana instrumen fiskal bisa jadi instrumen bisa mendorong industrialisasi di bidang otomotf untuk ekspor,” jelasnya.

“Logika dari awalnya adalah ini bukan tujuannya mendapatkan penerimaan negara, tapi instrumen perpajakan dipakai Kemenperin mendorong industrialisasi, sehingga di Indonesia akan lebih banyak industri susbtansi impor mobilnya yang dari sisi volume di dalam negeri cukup besar sehingga mereka bisa masuk penetrasi ekspor,” tutupnya.

Sumber : CNBC Indonesia

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only