Poin Keberatan Dua Komisaris Teken Laporan Keuangan Garuda

Dua komisaris PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk menolak menandatangani kinerja keuangan perusahaan untuk tahun buku 2018. Mereka adalah Chairal Tanjung dan Dony Oskaria, perwakilan dari PT Trans Airways dan Finegold Resources Ltd selaku pemilik dan pemegang 28,08 persen saham Garuda Indonesia.

Keberatan itu disampaikan keduanya kepada manajemen pada 2 April 2019 lewat sepucuk surat. Dokumen itu didapatkan awak media dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada Rabu (24/4) kemarin.

Mereka tidak mengakui pendapatan transaksi sebesar US$239,94 juta yang tertuang di dalam perjanjian kerja sama penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan antara PT Mahata Aero Teknologi (Mahata) dan PT Citilink Indonesia selaku anak usaha Garuda Indonesia.

Berikut ini poin-poin keberatan yang ditulis oleh Chairal dan Dony:

A.Berdasarkan PSAK Nomor 23

  1. Tidak dapat diakuinya pendapatan tersebut karena hal ini bertentangan dengan PSAK 23 paragraf 28 dan 29.
    Pada paragraf 28 berbunyi: Pendapatan yang timbul dari penggunaan aset entitas oleh pihak lain yang menghasilkan bunga, royalti, dan dividen diakui dengan dasar yang dijelaskan di paragraf 29 jika kemungkinan besar manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan mengalir ke entitas dan jumlah pendapatan dapat diukur secara andal.

Paragraf 29: Royalti diakui dengan dasar sesuai dengan substansi perjanjian yang relevan.

  1. Dalam lampiran PSAK 23 paragaraf 20 lebih dijelaskan lagi dalam ilustrasi makna dari PSAK 23 paragraf 28 tersebut bahwa royalti akan diterima atau tidak diterima bergantung kepada kejadian suatu peristiwa masa depan. Dalam hal ini, pendapatan hanya diakui jika terdapat kemungkinan besar bahwa royalti jik diterima.

B. Berdasarkan Perjanjian Mahata

  1. Perjanjian Mahata ditandatangani 31 Oktober 2018, namun hingga tahun buku 2018 berakhir, bahkan hingga surat ini dibuat, tidak ada satu pembayaran yang telah dilakukan oleh pihak Mahata meskipun telah terpasang satu unit alat di Citilink.
  2. Dalam perjanjian Mahata tidak tercantum “term of payment” yang jelas bahkan pada saat ini masih dinegosiasikan cara pembayarannya.
  3. Sampai saat ini tidak ada jaminan pembayaran yang tidak dapat ditarik kembali, seperti bank garansi atau instrumen keuangan yang setara dari pihak Mahata kepada perusahaan. Padahal, bank garansi atau instrumen keuangan yang setara merupakan instrumen yang menunjukkan kapasitas Mahata sebagai perusahaan yang bankable.
  4. Mahata hanya memberikan surat pernyataan komitmen pembayaran kompensasi sesuai dengan paragraf terakhir halaman satu dari surat Mahata 20 Maret 2019: “Skema dan ketentuan pembayaran ini tetap akan tunduk pada ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam perjanjian. Ketentuan dan skema pembayaran sebagaimana yang disampaikan dalam surat ini dan perjanjian dapat berubah dengan mengacu kepada kemampuan finansial Mahata. Dalam hal ini akan dilakukan perubahan, Mahata akan memberikan pemberitahuan tertulis selambat-lambatnya tiga bulan sebelum tanggal efektif berlakunya skema dan ketentuan pembayaran yang baru”.
  1. Dalam perjanjian Mahata juga terdapat pasal pengakhir yang menyatakan Citilink dapat mengakhiri sewaktu-waktu dengan alasan bisnis.
  2. Pengakuan pendapatan dari perjanjian Mahata oleh perusahaan sebesar US$239.940.000 merupakan jumlah yang signifikan, yang apabila tanpa pengakuan pendapatan ini perusahaan akan merugi sebesar US$244.958.308. Adapun dengan mengakui pendapatan dari perjanjian Mahata, maka perusahaan membukukan laba sebesar US$5.018.308.
  3. Perusahaan mengakui pendapatan dan piutang terhadap PT Sriwijaya Air sebesar US$28.000.000 ditambah PPN sebesar US$2.800.000 yang merupakan bagian dari bagi hasil perusahaan di mana PT Sriwijaya Air belum menerima pembayaran dari pihak Mahata.

C. Dampak dari Pengakuan Pendapatan

  1. Laporan keuangan 2018 menimbulkan misleading atau menyesatkan yang material dampaknya, dari sebelumnya membukukan kerugian yang signifikan menjadi laba, terlebih perusahaan adalah perusahaan publik.
  2. Adanya potensi yang sangat besar untuk penyajian kembali laporan keuangan perusahaan tahun buku 2018 yang dapat merusak kredibilitas perusahaan.
  3. Pengakuan pendapatan ini menimbulkan kewajiban perpajakan perusahaan baik Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang seharusnya belum waktunya dan hal ini dapat menimbulkan beban arus kas untuk perusahaan.

Sumber : CNN Indonesia

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only