Ini Jurus Manajer Investasi Siasati Dampak Negatif Perang Dagang

JAKARTA — Sejumlah manajer investasi mulai mengambil langkah preventif di tengah kembali memanasnya hubungan dagang antara Amerika Serikat dan China.

Beberapa langkah yang diambil a.l. menambah porsi kas dan mengurangi porsi saham serta memilih saham-saham dengan kepemilikan asing yang rendah.

Adapun aksi saling balas tarif impor antara dua ekonomi terbesar di dunia tersebut telah menjadi sentimen negatif yang menekan sejumlah bursa saham di kawasan Asia, tak terkecuali indeks harga saham gabungan (IHSG). Pada akhir perdagangan Selasa (14/5/2019), IHSG turun 1,05% ke level 6.071. Secara year-to-date, indeks tergerus 1,99%.

Investor asing pun terpantau mencatatkan jual bersih (net sell) senilai Rp998,91 miliar selama hari perdagangan Selasa (14/5/2019). Rudiyanto, Direktur Panin Asset Management, menyayangkan isu perang dagang antara AS dan China harus kembali ke permukaan lagi pada bulan ini.

Untuk mengantisipasi gejolak yang terjadi di pasar modal, Rudiyanto mengungkapkan bahwa Panin AM yang mengelola dana senilai Rp12,66 triliun per April 2019 telah mengambil langkah antisipasi dengan menambah porsi kas atau pasar uang ke dalam instrumen reksa dana saham menjadi 10%—15%.

“Terus terang, reksa dana kami juga mengalami penurunan. Dari akhir April, kami sudah mengantisipasi risiko dengan memperbanyak posisi kas,” katanya kepada Bisnis.com, Selasa (14/5/2019).

Rudiyanto menjelaskan, apabila terjadi penurunan dalam jumlah yang cukup signifikan dan valuasi harga menjadi murah nantinya, perseroan mungkin akan masuk di harga murah tersebut.

Direktur Utama PT BNI Asset Management Reita Farianti juga menyatakan bahwa porsi saham dari produk reksa dana BNI AM akan dikurangi dan meningkatkan porsi kas selama periode terbatas sebagai strategi untuk mengurangi dampak dari skenario terburuk perang dagang.

“Secara bertahap, kami kembali akumulasi saham-saham dalam portfolio investasi kami yang memiliki fundamental yang baik dari sisi growth proxy dan reasonable valuation,” kata Reita.

Dirinya melanjutkan, memanasnya isu perang dagang AS—China memang membuat pasar saham mengalami koreksi tajam. Namun, risiko perang dagang dinilai lebih disebabkan oleh pergerakan pasar global yang berdampak tidak langsung terhadap Indonesia yang berbasis ekonomi domestik dan memiliki daerah tujuan ekspor yang terdiversivikasi.

“Risiko ini malah kami lihat sebagai peluang yang sangat menarik untuk melakukan rotasi sektor dan bersiap-siap untuk kembali masuk atau mengolekasi saham-saham berfundamental baik yang sedang mengalami miss-pricing,” tutur Reita.

Sementara itu, Denny R. Thaher, CEO Maybank Asset Management, menilai perang dagang sebenarnya tidak akan berpengaruh signifikan terhadap fundamental ekonomi Indonesia, walaupun ada risiko penularan (contagion risk) yang datang dari pelemahan mata uang yuan. Dikhawatirkan, hal itu akan berimbas negatif terhadap nilai tukar mata uang rupiah.

“Bagaimanapun, masih ada harapan bahwa AS dan China akan mencapai kesepakatan bersama. Tapi, sebelum itu tercapai, kami mengantisipasi volatilitas market yang akan masih tinggi,” kata Denny.

Dirinya mengungkapkan, sebagai bentuk antisipasi, Maybank Asset Management telah menyortir beberapa saham big caps yang sudah mulai menarik walaupun hanya sebatas untuk tactical trading.

Tak hanya itu, manajer investasi yang mengelola dana senilai Rp9,56 triliun per Maret 2019 tersebut kini juga fokus terhadap saham-saham dengan kepemilikan asing yang sedikit serta yang memiliki prospek bisnis dan industri yang menarik.

Begitu pula, Head of Investment Avrist Asset Management Farash Farich menyampaikan strategi penyusunan underlying asset reksa dana saham Avrist AM akan fokus pada eksekusi bertahap terhadap perusahaan dengan fundamental kuat. “[Sementara] untuk SBN, kami memperpendek durasi,” katanya.

Sumber : Bisnis.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only