JAKARTA – Bank Indonesia (BI) memperkirakan defisit neraca transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) Indonesia akan kembali melebar pada kuartal kedua tahun ini. Hal itu terutama disebabkan oleh masih melemahnya kinerja ekspor akibat perang dagang, repatriasi dividen, dan pembayaran bunga utang luar negeri (ULN).
Pada kuartal I-2019, CAD tercatat sebesar tujuh miliar dollar AS atau 2,6 persen dari produk domestik bruto (PDB). Angka itu lebih rendah dibandingkan dengan defisit pada kuartal IV-2018 yang mencapai 9,2 miliar dollar AS atau 3,6 persen dari PDB.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengemukakan sengketa dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok maupun negara lainnya semakin nyata menurunkan volume perdagangan dunia dan memperlambat pertumbuhan ekonomi di sejumlah negara. Akibatnya, kinerja ekspor Indonesia ikut tertekan.
“Eskalasi ketegangan hubungan dagang telah berdampak pada penurunan kinerja ekspor Indonesia akibat terbatasnya permintaan dunia dan turunnya harga komoditas,” tutur Perry, di Jakarta, Kamis (20/6).
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan kinerja ekspor turun 13,1 persen secara tahunan (year-on-year/ yoy) pada April lalu. Meskipun tidak sedalam ekspor, pada periode sama impor juga turun 6,68 persen.
Di samping penurunan kinerja ekspor, menurut BI, pelebaran CAD juga sejalan dengan kebutuhan repatriasi dividen dan pembayaran bunga utang luar negeri. Peningkatan itu terjadi sesuai pola musiman kuartal kedua di setiap tahun.
Meski begitu, Perry optimistis surplus di sisi transaksi modal dan finansial berpotensi lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya. “Berlanjutnya aliran modal asing dalam bentuk PMA (Penanaman Modal Asing) dan investasi portofolio mendukung surplus transaksi modal dan finansial, sejalan dengan prospek perekonomian nasional yang baik dan daya tarik investasi aset keuangan domestik yang tinggi,” papar dia.
Berdasarkan data BI, terdapat aliran dana asing yang cukup positif sepanjang tahun ini. Secara year-to-date (ytd), aliran modal di pasar Surat Berharga Negara (SBN) mencapai 69,1 triliun rupiah, sedangkan aliran modal pada pasar saham sebesar 57,5 triliun rupiah.
Sementara itu, posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Mei 2019 mencapai 120,3 miliar dollar AS atau setara dengan pembiayaan 6,9 bulan impor atau 6,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Oleh karena itu, ke depan bank sentral yakin defisit transaksi berjalan 2019 akan lebih rendah dari 2018, yaitu berkisar 2,5–3,0 persen terhadap PDB.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali mengingatkan kepada sejumlah menteri Kabinet Kerja agar segera menemukan terobosan baru untuk menggenjot investasi dan ekspor, demi memperbaiki defisit perdagangan dan defisit transaksi berjalan.
Presiden pun mengungkapkan kekecewaannya karena hingga kini dinilai belum ada kebijakan konkret untuk mengatasi masalah akut tersebut. Padahal, rapat terbatas (ratas) yang membahas ekspor, investasi, dan perdagangan sudah dilakukan enam kali.
“Sesuai keinginan saya sejak awal untuk terobosan di bidang investasi, ekspor, dan perdagangan. Saya sudah berkali-kali sampaikan ekspor, investasi, kunci utama,” tegas Jokowi, Rabu (19/6).
Belum Sinkron
Menanggapi kinerja ekspor, ekonom Indef, Bhima Yudhisthira, mengatakan pelemahan ekspor dan investasi tidak lepas dari kegagalan menteri terkait mengawal paket kebijakan insentif kedua sektor itu.
“Sebagai contoh, reformasi perizinan melalui OSS (Online Single Submission) justru blunder dan salah jalan, karena izin lokasi dengan Pemda belum sinkron. Ini membuat investor menunda realisasikan investasinya di Indonesia,” kata dia.
Bhima menambahkan, masalah lain berkaitan dengan insentif fiskal yang terlalu umum atau tidak spesifik dan tidak sesuai kebutuhan dari investor. “Tidak semuanya butuh tax holiday dan tax allowances. Banyak yang lebih membutuhkan sewa lahan murah, keterjangkauan dan ketersediaan bahan baku, dan harga energi industri yang kompetitif,” tukas dia.
Sementara itu, Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto, mengemukakan perkembangan dari fasilitas untuk menunjang ekspor dan investasi di antaranya terkait dengan mini tax holiday. Selain itu juga ada super deductible tax untuk vokasi.
Sumber : Koran Jakarta
Leave a Reply