JAKARTA – Upaya mewujudkan lembaga pajak yang otonom ternyata sudah mulai dibahas sejak 2007.
Semua fraksi waktu itu telah sepakat, tetapi keputusan tersebut diurungkan lantaran penolakan dari pemerintah yang menganggap kalau Ditjen Pajak menjadi lembaga otonom akan proses koordinasi bisa terhambat.
Hal itu diungkapkan oleh Anggota IV BPK Rizal Djalil saat memberikan pemaparan dalam sebuah seminar “Memetakan Makna Risioko Bisnis & Risiko Kerugian Keuangan Negara di Bidang Migas” di Jakarta.
“Waktu itu semua sepakat, nah sekarang seharusnya persoalan koordinasi bisa diatasi terutama setelah ada digitalisasi,” ungkap Rizal yang merupakan mantan anggota DPR, Senin (22/7/2019).
Rizal mengungkapkan, lembaga atau badan otonom merupakan salah satu solusi untuk mengatasi pelamahan kinerja penerimaan saat ini. Apalagi, menurutnya, dengan tren rasio pajak yang cenderung flat jika tidak memasukan penerimaan dari SDA migas.
“Kalau memang untuk meningkatkan penerimaan kita, sudah saatnya jadi otonom,” ungkapnya.
Poin mengenai perubahan kelembagaan Ditjen Pajak masuk dalam perubahan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Adapun empat pertimbangan mengapa UU KUP perlu direvisi. Pertama, mewujudkan pemungutan pajak yang berkeadilan dan berkepastian hukum sehingga peran serta masyarakat sebagai pembayar pajak terdistribusikan tanpa ada pembeda.
Kedua, mewujudkan administrasi perpajakan yang mudah efisien, dan cepat. Ketiga, menyesuaikan adiministrasi perpajakan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Keempat, menurunkan biaya kepatuhan pajak (cost of compliance) dan biaya pemungutan pajak (cost of tax collection).
Sumber : Bisnis.com
Leave a Reply