Beleid Tax Amnesty Jilid II Tidak Diperlukan

JAKARTA. Kalangan penguasa mengusulkan agar pemerintah kembali mengadakan program pengampunan pajak atau tax amnesty jilid kedua. namun seharusnya pemerintah tidak perlu menindaklanjuti usulan itu. Setelah program itu berjalan, pemerintah harus konsisten menjalankan kebijakan, yakni menindak para pengemplang pajak yang enggan memanfaatkan program pengampunan pajak.

Pengusaha menyampaikan hal itu kepada menteri keuangan Sri Mulyani dalam diskusi bersama kamar dagang dan industri Indonesia (kadin) atau kadin talks, jumat (2/8). Ketua umum kadin rosan roeslani menilai teks amnesti yang sudah berlangsung pada tahun 2016-2017 dianggap belum optimal.

Sebelum program tax amnesty berjalan, pemerintah menyebut aset WNI yang luput dari perpajakan mencapai lebih dari Rp 10.000 triliun. Namun, pelaksanaan tax amnesty hanya mampu mencatat kurang dari separuhnya. Bahkan, kebanyakan deklarasi hak tersebut berasal dari dalam negeri.

Bahkan, lapor harta tersembunyi di luar negeri sangat minim, hanya Rp 146,6 triliun. Direktoral jenderal (Ditjen) pajak mencatat masih ada sekitar Rp 1300 triliun aset keuangan yang belum dilaporkan ke otoritas pajak per akhir 2018.

menanggapi permintaan itu, Sri Mulyani menganggulangi serupa juga pernah disampaikan presiden Joko Widodo. “kalau bicara mungkin, pasti mungkin. tapi apakah itu yang terbaik?” ujar Sri Mulyani dalam dialog tersebut.

Sri Mulyani mengakui program tax amnesty belum berjalan maksimal. pasalnya peserta program itu tak sampai satu juta wajib pajak. “Jauh lebih rendah dari ekspektasi kami terhadap wajib pajak,” lanjut mantan direktur world Bank.

Namun Sri Mulyani pada gasket penting juga bagi pemerintah untuk menunjukkan ketegasan terhadap para wajib pajak, terutama dalam memberikan pengampunan. “kalau kami memberikan amnesti terlalu tidak lama kemudian kita berikan lagi akan muncul pertanyaan: bagaimana kita tahu kalau nanti memang tidak akan ada lagi amnesti?” tutor Sri Mulyani.

Artinya, pemerintah tetap harus menunjukkan ketegasan dalam mengadakan pengampunan dan mampu memastikan bahwa pengampunan pajak tersebut tidak akan terulang lagi.

Apalagi, pemerintah saat ini sudah memiliki akses data dan informasi yang lebih jauh memadai dari sebelumnya sebagai bekal meningkatkan kepatuhan wajib pajak mengenai kewajibannya. sejak tahun lalu pemerintah telah menjalankan sistem pertukaran data perpajakan atau automatic exchange of information (AEoI).

Direktur Jenderal Pajak mencatat jumlah partisipan AEoI saat ini mencapai 98 yurisdiksi meningkat ketimbang 2018 yang hanya 65 negara. Sementara, negara tujuan pelaporan tahun ini mencapai 82 yuridiksi, juga lebih tinggi dibandingkan dengan 2018 yang hanya 54 yuridiksi.

Dengan adanya kesepakatan antar negara-negara di dunia utuk AEoI ini, sejatinya akan sulit bagi wajib pajak untuk melakukan penghindaran dan pengelakan pajak (tax advoidance dan tax evasion) ke depan. Pemerintah juga telah memiliki akses ke semua lembaga keuangan di dalam negeri. “Sekarang sudah ada 47 juta transaksi yang sudah dilaporkan (dari AEoI) dan nilainnya ribuan triliun euro. Jadi sekarang dunia semuanya tahu ke mana para wajib pajak mereka, kami semua sudah kompak,” terang Sri Mulyani.

Oleh karena itu, Menkeu berharap, masyarakat yang merasa masih memiliki kewajiban untuk segera memenuhinya sesuai amanat konstitusi. Sebagai regulator, ia juga berjanji akan memberikan pelayanan yang terbaik, kredibel, da akuntabel kepada para pembayar pajak. “Sekarang saatnya kami harus menjalankan konsekuensi tax amnesty. Kami selalu terus-menerus menjelaskan, ayo sama-sama penuhi kewajiban membayar pajak sesuai undang-undang,” tutur Sri Mulyani.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, pasca-amnesti sudah diikuti keterbukaan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan melalui Perpu 1 Tahun 2017/UU No.9 Tahun 2017 baik aset di dalam maupun di luar negeri.

Ini sejalan dengan peta jalan penegakan hukum pasca amnesti yang akan lebih efektif jika didukung data dan informasi yang akurat. Artinya, semua pihak, terutama institusi negara, kini memperkuat dan mem-back up penuh Ditjen Pajak untuk reformasi pajak dan penegakan hukum yang terukur, imparsial, objektif, dan adil. “Dengan kata lain, peta jalan setelah tax amnesty adalah ketebukaan informasi dan penegakan hukum,” tutur Yusinus.

Tapi, Ketua Badan Otonom HIPMI Tax Center Ajib Hamdani berpendapat, tax amnesty jilid kedua akan berefek positif bagi investasi. Saat ini masih banyak dana yang terparkir di luar Indoensia karena orang0orang masih cenderung wait and see. Ajib optimistis, pelaksanaan tax amnesty jilid kedua akan mendorong kembalinya uang-uang orang Indonesia yang terparkir di luar negeri.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only