Optimalkan Efek Kebijakan Belanja Pajak

JAKARTA — Efek kebijakan belanja pajak atau tax expenditure perlu lebih dioptimalkan agar potensi penerimaan negara yang ter- kikis hingga lebih dari 1% dari produk domestik bruto (PDB) mampu mengerek ekonomi bertumbuh lebih dari 5%.

Tahun lalu, misalnya, pemerintah mengestimasi belanja pajak senilai Rp221,1 triliun atau naik 12,3% dari realisasi tahun sebelumnya yang di angka Rp196,8 triliun. Namun demikian, realisasi PDB justru hanya tumbuh di angka 5,17% atau di bawah target 5,4%.

Selain itu, belanja pajak selama 2018 juga masih didominasi oleh pajak pertambahan nilai (PPN) yang fungsinya lebih digunakan untuk mendorong konsumsi dibandingkan dengan sektor-sektor produktif. Belanja pajak PPN tercatat senilai Rp145,6 triliun atau naik 9,5% dibandingkan dengan 2017.

Di satu sisi, belanja pajak untuk pajak penghasilan (PPh) hanya sebesar Rp63,3 triliun atau naik 16,3% dibandingkan dengan 2017 yang senilai Rp54,4 triliun.

Meski naik, belanja pajak untuk PPh 2018 menyusut sebesar Rp4,4 triliun jika dibandingkan dengan kondisi dua tahun sebelumnya.

Kepala Pusat Kebijakan Makro Ekonomi Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Adrianto mengatakan, belanja pajak merupakan salah satu komponen untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

“Porsi belanja pajak kita dalam PDB kita kan tidak besar. Karena itu, ketika sektor riil mengalami perlambatan, risikonya ditransmisikan ke ekonomi dalam negeri,” ungkap Adrianto, Selasa (20/8).

Adrianto menjelaskan, insentif PPN yang sepanjang 2016 hingga 2018 mendominasi struktur belanja pajak, sebagian besar memang diarahkan untuk konsumsi dan jasa.

Dengan porsinya yang besar, pada belanja pajak di sektor ini mampu mendorong konsumsi tumbuh di atas 5%.

“Tujuan insentif bukan untuk meredam gejolak eksternal, melainkan mendorong pertumbuhan bisnis dalam negeri pada sektor-sektor penting,” tegasnya.

Secara terpisah, Ekonom Indef Enny Sri Hartati menilai kebijakan belanja pajak selama ini memang belum mampu men- dorong kinerja perekonomian secara optimal.

Besarnya porsi PPN yang memang diarahkan untuk mendorong konsumsi mengindikasikan bahwa pemerintah mengambil jalan pintas dalam mencapai pertumbuhan.

“Kita tahu bahwa kontribusi sektor konsumsi ke PDB cukup besar. Tetapi ini adalah cara yang terlalu instan,” katanya, Selasa (20/8).

Enny menambahkan insentif fiskal untuk sektor usaha belum optimal, bahkan ada yang salah sasaran.

Insentif itu seharusnya untuk sektor produktif dan tepat sasaran. “Kalau tidak, yang terjadi malah shortfall ,” tukasnya.

Sumber : Harian Bisnis Indonesia

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only