Keinginan Pajak Bagi Kontraktor Migas

JAKARTA. Pemerintah kembali memberi insentif pajak agi pelaku industri. Kali ini, berupa insentif fiskal kepada kontraktor kontrak bagi hasil minyak dan gas dalam melakukan aktivitas eksplorasi dan eksploitasi.

Fasilitas fiskal tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 122/PMK.03/2019 tentang Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta Perlakuan Perpajakan atas Pembebanan Biaya Operasi Fasilitas Bersama dan Pengeluaran Alokasi Biaya Tidak Langsung Kantor Pusat. Aturan ini diundangkan pada 27 Agustus 2019 dan akan efektif berlaku dalam 30 hari ke depan.

Pada tahap eksplorasi, pemerintah membebaskan pungutan PPN dan PPnBM atas perolehan atau pemanfaatan barang kena pajak (BKP) tertentu, jasa kena pajak (JKP) tertentu, maupun pemanfaatan BKP tak berwujud dari luar pabean di dalam daerah pabean, dalam rangka operasi perminnyakan. Pemerintah juga memberi pengurangan PBB sebesar 100% dari PBB Migas terutang yang tercantum dalam surat pemberitahuan pajak terutang.

Insentif serupa juga bisa didapatkan kontraktor migas pada tahap ekspoitasi. Namun, fasilitas baru diberikan dengan pertimbangan keekonomian proyek berdasarkan pertimbangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Pertimbangan keekonomian hanya diberikan bagi kontraktor yang tidak dapat mencapai internal rate of return (IRR) berdasarkan perhitungan keekonomian dalam periode kontrak bagi hasil, serta memiliki wilayah kerja dengan kriteria tertentu.

Insentif perpajakan juga diberikan dalam bentuk pengecualian dari pemotongan PPh atas pembebanan biaya operasi fasilitas bersama oleh kontraktor dalam rangka pemanfaatan barang milik negara di bidang hulu minyak dan gas bumi, serta atas penyerahan JKP yang timbul tidak dikenakan PPN sepanjang memenuhi kriteria tertentu.

Pengeluaran alokasi biaya tidak langsung kantor pusat dari kontraktor yang memenuhi sejumlah syarat tertentu juga tidak lagi termasuk dalam objek pemotongan PPh dan pemungutan PPN.

“Insentif ini untuk meningkatkan iklim investasi pada kegiatan usaha hulu migas,” terang Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Direktur Jenderal Pajak, hestu Yoga Saksama, dalam keterangan tertulis, Jumat (30/8)

Insentif ini sebenarnya jawaban atas usulan Indonesian Petroleum Association (IPA). Meurut IPA, usaha hulu migas sangat berisiko, karena belum tentu memberi hasil. Namun, meski masih eksplorasi, perusahaan sudah dikenai berbagai pajak, termasuk PBB. Presiden IPA Tumbur Parlindungan menegaskan, pembenahan kebijakan fiskal adalah syarat mutlak untuk mengembalikan kejayaan sektor migas Indonesia.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only