PPh Badan Dipangkas, Rp 54 Triliun Hilang

JAKARTA. Pemerintah memastikan bakal menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) bagi wajib pajak (WP) badan usaha dari yang berlaku sekarang 25% menjadi 20%. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) bahkan mengaku sudah menghitung potensi kehilangan setoran.
Rencananya, pemerintah bakal memangkas tarif ini tahun 2021 mendatang. Jika dipangkas menjadi 20% secara langsung, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) menghitung, penerimaan pajak sebesar Rp 87 Triliun, bakal menghilang. Makanya, pemangkasan PPh badan bakal dilakukan secara bertahap agar penerimaan pajak yang akan hilang, tidak terlalu besar. “Kalau (dipangkas secara) bertahap, Rp 54 triliun (yang hilang di tahun 2021),” kata Robert, Selasa (3/9).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan, penurunan tarif pajak tersebut tidak akan menekan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). “Kami sudah hitung dampak dan Presiden dan Wakil Presiden sudah memberikan arahan bagaimana ini bisa dilakukan dengan tetap menjaga APBN tidak tertekan,” tandasnya.
Menkeu menegaskan, melalui pemangkasan ini pemerintah ingin agar perekonomian dalam negeri bisa lebih bergeliat. Terutama, kinerja investasi dalam negeri.
Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad sebelumnya mengatakan, kebijakan penurunan PPh badan tak serta merta efektif untuk menarik investasi. Sebab, masih ada persoalan yang menjadi penghambat masuknya investasi.
Pertama, tarif PPh Badan 25% sejatinya cukup moderat. Berdasarkan catatannya, beberapa negara bahkan menarapkan tarif hingga 30% antara lain India, Jepang, dan Filipina. Sementara, Amerika Serikat (AS) di level 27%, serta China, Korea Selatan, dan Myanmar berada pada level setara Indonesia yaitu 25%.
Kedua, Indonesia masih memiliki kendala kepatuhan pembayaran pajak. Ini tampak dari laporan Ease of Doing Business (EODB) 2019 yang menunjukan peringkat pembayaran pajak masih berada pada posisi 112 dari 190, jauh lebih rendah dibandingkan Korea Selatan yang menempati posisi 24.
Ketiga, penurunan tarif PPh Badan tak menjamin investasi asing langsung (FDI) masuk cepat. Singapura, misalnya, dengan tarif 17% mengalami pertumbuhan FDI rerata periode 2015-2018 hanya 2,6%. Bahkan, pertumbuhan FDI rerata Brunei di periode yang sama justru minus 163,48% dengan tarif 18,5%.
“Sementara Indonesia dengan PPh Badan 25% pertumbuhan rerata FDI mencapai 93,68% berdasarkan data World Investment Report 2019,” ujar Tauhid.
Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only