Manfaatkan Perang Dagang AS-China, Pemerintah Beri Insentif Industri Mebel dan Kayu Olahan

JAKARTA, Ekspor mebel, produk kayu, dan rotan menjadi perhatian Presiden Joko Widodo di tengah menghangatnya perang dagang antara Amerika Serikat dan China.

Pasalnya, berdasarkan kajian International Monetary Foundation (IMF), sektor mebel, produk kayu, dan rotan dianggap menjadi salah satu sektor industri yang memiliki potensi untuk cepat dikembangkan.

Amerika Serikat (AS) yang merupakan salah satu negara tujuan ekspor utama produk mebel, kayu, dan rotan Indonesia menjadi target utama peningkatan ekspor segmen ini.

Absennya China sebagai eksportir produk sejenis di AS akibat pengenaan bea masuk 25% adalah kesempatan bagi Indonesia.

“Itu kebetulan impor AS mebel setahun kira-kira US$96 miliar. Nah, tetapi kan dalam hubungan perang dagang antara AS dan Cina, AS kenakan bea masuk 25% terhadap mebel dari China. Nah, pertanyaannya adalah mengapa ekspor mebel kita malah turun sedikit,” kata Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution di Kantor Presiden, Selasa (10/9/2019).

Dalam rapat terbatas di Istana Merdeka, Presiden Joko Widodo bersama sejumlah menterinya dan asosiasi pengusaha mebel membahas sejumlah insentif yang bakal dikenakan terhadap produk mebel, kayu, dan rotan.

Salah satu insentif yang tengah dibahas adalah penghapusan pajak pertambahan nilai kayu bulat atau log.

“Pengusaha juga keluhkan, masak kayu log kena PPN [pajak pertambahan nilai], sehingga pengolah kayu harus bayar PPN 10% sehingga kita pasti dikurangi harganya. Nah, kalau itu tadi, Menperin katakan sedang dibahas dengan Kemenkeu,” jelasnya.

Menurutnya, semua usulan dari asosiasi pengusaha sudah dicatat oleh Presiden Joko Widodo, termasuk mengenai insentif PPN kayu log. Intinya, dia menekankan pemerintah akan terus mendorong percepatan ekspor mebel, produk kayu, dan rotan.

Selain itu, Darmin mengungkapkan sejumlah pengusaha juga mengeluhkan tentang pemenuhan sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) di luar negara-negara yang mengenakan aturan tersebut.

“Yang disampaikan lebih banyak, kalau ke negara yang tak lagi SVLK, enggak usah lah kita harus urus SVLK juga. Karena di aturan Permendag, kena semua. Produk kayu kena. Padahal yang wajibkan EU [European Union], Kanada, Australia, dan Inggris,” tekannya.

Tak hanya itu, dia menambahkan para pengusaha ingin agar proses pengurusan SVLK dibuat lebih sederhana dan terjangkau.

Sumber : Bisnis.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only