Insentif Pajak Bisa Angkat Margin Laba

Menilik dampak insentif PPN 10% produk kayu bagi emiten perkayuan

JAKARTA. Kementerian Perindustrian berusaha berencana mendorong ekspor produk kayu dengan menyiapkan berbagai insentif serta melonggarkan persyaratan ekspor. Sejumlah emiten kayu berorientasi ekspor menyambut rencana ini.

Pemerintah berniat menghapus Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10% atas penjualan kayu log atau kayu bulat. Pemerintah juga berencana menghilangkan beban biaya Sistem Verifikasi dan Legilitas Kayu (SVLK) yang selama ini memberatkan industri.

Untuk mengurus SVLK saja, pengusaha butuh biaya sekitar Rp 20 juta sampai Rp 30 juta. SVLK sampai saat ini masih diwajibkan oleh Indonesia sebagai penanda legalitas sumber kayu yang beredar dan diperdagangkan.

Kelonggaran SVLK dibuat karena tidak semua negara importir mewajibkan SVLK. Hanya Uni Eropa, Kanada, Autralia, dan United Kingdom (UK) yang mewajibkan adanya sertifikat ini.

PT Integra Indocabinet Tbk (WOOD) menyambut baik rencana penghapusan PPN 10%. “Tentunya kebijakan ini akan meningkatkan kinerja keuangan perusahaan, mengingat penjualan kayu bulat Integra di dalam negeri berkontribusi sekitar 10%-15% ke penjualan bersih,” jelas Corporate Secretary & Head Of Investor Relation WOOD Wendy Chandra, Rabu (11/9).

Tantangan harga kayu

Sedangkan soal SVLK, Wendy menyatakan masih menunggu detail lebih lanjut. Tapi sejauh ini, menurut Wendy tidak wajibnya SVLK tidak terlalu berpengaruh kepada kinerja keuangan. Sebab sistem SVLK berlaku tiga tahun sejak diterbitkan.

Penjualan kayu bulat WOOD berkontribusi 10%-15% ke penjualan bersih.

Sedang PT SLJ Global Tbk (SULI) menilai insentif ini tidak terlalu berpengaruh pada kinerja perusahaan. Wakil Presiden Direktur SULI David menyatakan, aturan penghapusan PPN 10% tidak begitu berdampak pada kinerja.

Menurut David, penjualan produk kayu log SULI di bawah 5% dari penjualan. Melansir laporan keuangannya di 2018, penjualan kayu bulat SULI hanya 2,8% dari total penjualan bersih.

Pada Semester I-2019 ini, kontribusi penjualan kayu bulatnya juga mini, hanya 2,2% dari total penjualan bersih, atau sebesar US$ 33,79 juta. “Pendapatan SLJ Global hampir seluruhnya atau 95% dari penjualan produk kayu seperti kayu lapis, kayu gergajian, kayu lapis olahan yang dijual ke luar negeri,” jelas dia.

Saat ini, pangsa pasar ekspor SULI kebanyakan ke Amerika, Korea Selatan, Jepang, India. Sementara ke Uni Eropa tidak begitu banyak. Sementara ini, penjualan kayu SULI lebih banyak ke Korea Selatan. David berharap di kuartal IV-2019 ada kenaikan penjualan ke negara lain.

Begitu juga dengan rencana penghapusan SVLK tak berpengaruh banyak kepada kinerja perusahaan. David menilai, pelonggaran izin SVLK lebih membantu industri kayu kecil menengah untuk ekspor. Dia yakin, industri kayu dalam negeri bisa makin bergairah dengan pelonggaran ini.

Namun, David menyatakan, SVLK sebenarnya juga penting untuk melihat sisi pengolahan hutan lestari dan menjamin bisnis yang sejalan dengan alam. Saat ini, tantangan industri kayu saat ini adalah banyak ketidakpastian, salah satunya dari harga jual kayu yang menurun.

Saat ini rata-rata harga jual kayu berada di kisaran US$ 500 sampai US$ 525 per meter kubik, turun 30% dari tahun lalu yang berada di level US$ 800 per meter kubik.

Di sisa tahun ini, David menyatakan SLJ Global akan fokus melakukan efisiensi dengan menurunkan biaya dan menekan biaya produksi di lapangan.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only