Demi Jaga Pasar, OJK Perketat Reksa Dana Investor Tunggal

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) semakin tegas dalam mengawasi praktik pengelolaan reksa dana (RD) sebagai produk investasi pasar modal. Kali ini pengawasan dilakukan terhadap produk kategori khusus yang berdana kelolaan Rp 190,82 triliun.

Setelah mengetatkan pengawasan terhadap 72 produk RD terproteksi pada Februari lalu bernilai sekitar Rp 28 triliun, awal bulan ini otoritas pasar modal ini juga mulai membatasi penerbitan RD baru dengan kategori tertentu, yang nilai dana kelolaannya (asset under management/AUM) sudah menembus Rp 190,82 triliun.

RD kategori tertentu yang dimaksud adalah produk yang dimanfaatkan sebagai sarana perbaikan pembukuan (financial engineering) serta produk yang memiliki investor tunggal.

Financial engineering yang dimaksud adalah produk yang dapat merestrukturisasi portofolio yang sudah dimiliki investor dengan valuasi yang dapat ditentukan oleh manajer investasi (produk RD restrukturisasi portofolio).

Memang tidak sampai perintah pembubaran produk, tapi pengetatan dan pembatasan penerbitan RD baru tersebut dimulai sejak OJK menetapkan masa peninjauan kembali yaitu sejak 6 September atau akhir pekan lalu.

OJK juga melarang perusahaan manajer investasi menerbitkan RD baru yang ditujukan untuk membeli efek dari calon pemegang unit penyertaan (satuan terkecil dari sebuah RD) atau afiliasinya. Tujuan dari peninjauan tersebut adalah membatasi perluasan eksposur risiko dalam pengelolaan investasi.

Bagi manajer investasi yang sudah memiliki produk seperti yang sudah ditetapkan OJK itu, maka diwajibkan membuat laporan dan serta pernyataan untuk tidak menambah portofolio yang berasal dari portofolio nasabahnya.

Aturan tersebut tertuang dalam Surat edaran nomor S-1100/PM.21/2019 yang ditandatangan Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A OJK Yunita Linda Sari. Dalam aturan ini memberikan pengecualian bagi produk RD khusus bagi pemodal yang turut dalam program tax amnesty atau program pengampunan pajak.

Dalam catatan OJK, per akhir Agustus terdapat 2.158 RD dengan dana kelolaan Rp 536,52 triliun. Dari jumlah tersebut, 689 RD di antaranya dimiliki oleh investor tunggal senilai Rp 190,82 triliun, di mana 621 RD berisi lebih dari satu efek senilai Rp 181,38 triliun dan 68 RD berisi satu efek senilai Rp 9,44 triliun.

Ada beberapa efek positif dari pengetatan RD tersebut. Pertama, tentu dari sisi tata kelola (governance) industri pasar modal bisa lebih transparan sehingga lebih dapat lebih dipercaya.

Kedua, adalah meminimalisir keberadaan produk yang tertutup dari investor (special dedicated product) atau pilih kasih terhadap satu dari dua produk tertentu hanya karena lebih mengunggulkan produk yang dimiliki investor pilihan daripada produk milik investor lain.

Pilih kasih dapat berupa pemilihan portofolio sehingga jika sebuah efek berkinerja buruk maka akan dikeluarkan dari produk pilihan dan ditransfer ke produk yang ditujukan sebagai ‘tempat sampah’.

Meskipun demikian, aturan tentang diversifikasi efek agar satu RD mustahil berisi efek tunggal dalam portfolionya ini sebetulnya sudah tertuang di dalam POJK No.23/POJK.04/2016 tentang Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif.

Aturan itu membatasi portofolio di dalam satu RD hanya boleh maksimal 10% dari nilai aktiva bersih (NAB, dana kelolaan atau AUM) atau maksimal 5% dari modal disetor emiten. Artinya, aturan ini sudah membatasi bahwa minimal jumlah portofolio di dalam satu RD adalah 10 efek, tanpa harus melalui ketentuan baru.

Lantas, untuk kepemilikan investor tunggal pada sebuah RD, dapat dicermati bahwa sampai saat ini belum ada aturan yang mewajibkan sebuah RD dimiliki lebih dari satu pihak.

Bahkan aturan sekelas UU No.81/1995 tentang Pasar Modal (UUPM) hanya mendeskripsikan RD sebagai wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam Portofolio Efek oleh manajer investasi.

Faktor terakhir adalah rencana pelarangan produk RD baru dengan kategori RD restrukturisasi serta investornya tunggal, yang dapat menghambat pertumbuhan jumlah AUM atau bahkan menyebabkan turunnya dana kelolaan industri yang baru seumur jagung ini.

Bursa boleh berumur 42 tahun sejak diaktifkan kembali pada 1977, UUPM boleh terbit sejak 1995, tetapi separuh dari total dana kelolaan reksa dana Rp 536 triliun baru tercapai pada 5 tahun terakhir, tepatnya sejak 2015 yang berarti masih seumur jagung tetapi pertumbuhannya sudah mengundang decak kagum.

Sudah dapat dimengerti juga bahwa dari sebuah produk aturan, akan ada praktik melalui lubang terobosan (loophole) yang lebih detail oleh pelaku industri. Praktik di industri tentu menuntut kelihaian dalam memaknai aturan yang sudah ada, yang seringnya tidak perlu ‘dibolehkan’ sehingga status ‘belum dilarang’ sudah cukup memberi lampu kuning bagi mereka untuk lari kencang.

Karena itulah, aturan yang sudah ada pasti memiliki loophole yang tidak sedikit, sehingga cara terbaik menambalnya adalah dengan merevisi aturan atau mengamandemen aturan. Tujuannya tentu agar tegas dan jelas, serta menghindari misinterpretasi aturan, karena penafsiran kitab suci buatan Tuhan saja bisa berbeda bukan?

Sumber : CNBC Indonesia

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only