Kenaikan Setoran Pajak Kian Lambat

Kementerian Keuangan mencatat, realisasi penerimaan pajak Januari-Agustus 2019 Rp 801,16 triliun, hanya tumbuh 0,21% yoy.

Jakarta, Penerimaan pajak tahun ini makin seret sehingga membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019. Padahal, APBN menjadi satu-satunya alat untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.

Kementerian Keuangan (Kemkeu) mencatat, realisasi penerimaan pajak periode Januari-Agutus 2019 sebesar Rp 801,16 triliun atau 50,78% dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019. Angka itu tumbuh semakin tipis, sebesar 0,21% year or year (yoy).

Padahal realisasi penerimaan pajak Januari-Juli 2019 masih bisa tumbuh 2,68% yoy. Sedangkan realisasi penerimaan pajak Januari-Agustus 2018, mencatatkan pertumbuhan sebesar 16,52% yoy.

Secara lebih terperinci, realisasi penerimaan pajak penghasilan (PPh) badan hanya tumbuh 0,6% year on year (yoy). Penerimaan dari sektor industri pengolahan, pertambangan, konstruksi dan real estat tercatat menurun.

Sementara itu, penerimaan PPh orang pribadi tercatat tumbuh 15,4% yoy. Namun, kontribusinya terhadap total penerimaan pajak lebih rendah ketimbang PPh Badan.

Sedangkan PPh Pasal 26, Pajak pertambahan nilai (PPN) dalam negeri, dan PPN impor masing-masing mengalami penurunan sebesar 5,8%, 6,5%, dan 6% yoy.

“Ini menandakan kondisi ekonomi mengalami penurunan sehigga para pembayar pajak membayar lebih rendah dibandingkan dengan dua tahun lalu berturut-turut yaitu 2017-2018,” kata Sri Mulyani, Menteri Keuangan, Selasa (24/9). Penurunan setoran PPh badan sejalan dengan pelemahan ekonomi global.

Staf Ahl Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Suryo Utomo menambahkan, penerimaan pajak hingga akhir bulan lalu juga masih dipengaruhi oleh percepatan restitusi. “Sampai Agustus 2019, jumlah restitusi tumbuh sekitar 32% dari total keseluruhan,” tandasnya.

Lesunya penerimaan pajak membuat total pendapatan negara semakin terbatas. Maklum, penerimaan pajak merupakan tulang punggung APBN. Tercatat, pendapatan negara hingga akhir Agustus 2019 mencapai Rp 1.189,3 atau baru setara 54,9% target Rp 2.165,1 triliun.

Menkeu berjanji, pemerintah akan terus meningkatkan penerimaan pajak, dengan tidak mengesampingkan masalah ekonomi dunia usaha yang sedang tertekan. “Kami akan mencari titik keseimbangan dari basis penerimaan pajak, kondisi ekonomi melemah harus diberikan ruang agar tidak terlalu tertekan. Sehingga penerimaan pajak tetap dapat meningkatkan perekonomian,” tambahnya.

Sri Mulyani menegaskan, pemerintah akan terus melakukan reformasi perpajakan dengan meningkatkan kepatuhan pembayaran pajak dengan memanfaatkan pertukaran data Automatic Exchange of Information (AEoI), dan ekstensifikasi pajak lainnya.

Defisit naik lagi

Dengan realisasi pendapatan negara yang masih lesu, realisasi belanja negara hingga akhir Agustus meningkat. Kemkeu mencatat, realisasi belanja negara Januari-Agustus 2019 sebesar Rp 1.388,3 triliun atau tumbuh 6,5% yoy.

Walhasil, defisit APBN 2019 per akhir Agustus sebesar Rp 199,1 triliun atau 1,24% dari produk domestik bruto (PDB). Angka itu membengkak dibandingkan dengan defisit akhir Juli yang sebesar 1,14% dari PDB dan akhir Agustus 2018 sebesar 1,02% dari PDB.

Adapun keseimbangan primer berada dalam posisi defisit sebesar Rp 26,6 triliun, setelah mencatat surplus pada periode yang sama tahun lalu. Sedangkan realisasi pembiayaan anggaran periode ini tercatat mencapai Rp 280,3 triliun, dengan pembiayaan utang Rp 284,8 triliun.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, pemerintah harus memastikan efektivitas Surat Pemberitahuan (SPT) Otoritas pajak lanjut dia, perlu mengimbau wajib pajak untuk melaporkan SPT tepat waktu dan merambah wajib pajak yang belum terdata.

Ini bisa menjadi cara pemerintah untuk mengejar penerimaan pajak di sisa empat bulan di tahun ini. “SPT yang tengah dalam usulan pemeriksaan, dipastikan datanya benar. Sementara, yang statusnya sedang pemeriksaan atau bukti permulaan (bukper) di imbau untuk pengungkapan ketidakbenaran,” kata Prastowo kepada KONTAN.

Meski begitu, ia memperkirakan hingga akhir tahun realisasi penerimaan pajak hanya akan mencapai 88% dari target sepanjang tahun ini yang sebesar Rp 1.577,56 triliun. Artinya lagi-lagi penerimaan pajak bakal mencatat shortfall, yaitu sebesar Rp 189,3 triliun sepanjang 2019.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengakui, saat ini dunia usaha tengah mengalami tekanan sehingga belum bisa berkontribusi banyak terhadap penerimaan pajak. Namun, ia optimistis, laba atas perusahaan sampai dengan akhir tahun akan meningkat.

Menurut Hariyadi, pemerintah harus menyokong seluruh sektor usaha. Terutama, sektor-sektor yang masih bisa bergeliat di akhir tahun. Misalnya, sektor makanan dan minuman, serta tekstil.

Tak hanya itu, pemerintah juga masih harus menciptakan iklim bisnis yang kondusif. “Pemerintah juga harus serius masalah regulasi. Orang jadi apatis ketika regulasi bertabrakan antara pusat dan daerah,” kata Hariyadi.

Dia mencontohkan, sektor properti semakin kompleks setelah adanya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 11/PRT/M/2019 tentang Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli (PPJB) Rumah. Ini menyebabkan terbatasnya pemasaran properti oleh pengembang.

Sementara dari sisi usaha yang berbasis ekspor, masih terkendala kapasitas produksi yang tidak memadai atau terbatas.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only