Sri Mulyani Akui Berat Kejar Target Pajak di Akhir Tahun

Jakarta, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui tantangan penerimaan pajak akan semakin berat di semester II. Kondisi tersebut terjadi seiring perlambatan ekonomi yang kian terasa.

Perlambatan tersebut membuat kekurangan penerimaan pajak (shortfall) hingga akhir tahun akan menjadi masalah yang tak bisa dihindari. Ia mengatakan perlambatan ekonomi tentu mempengaruhi proyeksi realisasi asumsi makroekonomi pemerintah.

Tadinya, di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,3 persen. Hanya saja, melihat kondisi yang terjadi, pemerintah kemudian memproyeksi pertumbuhan ekonomi di akhir tahun 5,08 persen.

Perlambatan ekonomi, lanjutnya, tentu akan tercermin ke pendapatan masyarakat dan dunia usaha. Pendapatan yang turun kemudian akan berimbas ke jumlah setoran pajak yang masuk ke kas negara.

“Kami membacanya, semester II ini kami harus hati-hati dalam menjaga kegiatan ekonomi sehingga bisa menstimulasi (penerimaan pajak),” jelas Sri Mulyani, Selasa (24/9).

Ia menuturkan, sejatinya perlambatan ekonomi ini sudah berimbas terhadap penerimaan pajak hingga Agustus. Data Kementerian Keuangan mencatat, penerimaan pajak sudah mencapai Rp801,16 triliun atau hanya tumbuh 0,21 persen dibanding 2018.

Padahal, di periode yang sama tahun lalu, pertumbuhan pajak bisa melesat 16,52 persen. Dampak perlambatan ekonomi, imbuh dia, bisa dilihat di dalam kontribusi pajak secara sektoral.

Pertumbuhan pajak dari kegiatan industri pengolahan turun 4,8 persen dibanding tahun lalu, sementara pertumbuhan pajak dari kegiatan perdagangan hanya tumbuh 1,5 persen. Yang lebih menyedihkan, pertumbuhan pajak dari sektor pertambangan ternyata melorot 16,3 persen dibanding tahun sebelumnya.

Penurunan terjadi lantaran permintaan ekspor komoditas tambang dari Indonesia berkurang drastis karena negara-negara lain mengalami perlambatan ekonomi.

“Ini menandakan bahwa kondisi ekonomi mengalami penurunan sehingga perusahaan maupun pembayar pajak membayar lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Ini yang perlu kami waspadai, karena pelemahan ini dari sisi pajak mereka menghadapi situasi kondisi yang kurang baik,” kata dia.

Meski mengejar target pajak hingga akhir tahun diakui kian berat, Sri Mulyani tidak merevisi proyeksi shortfall sebesar Rp140 triliun. Sehingga, ia masih berharap penerimaan pajak bisa mencapai Rp1.437,53 triliun atau 91,22 persen dari targetnya yakni Rp1.577,55 triliun.

Dengan kekurangan penerimaan, dirinya juga memilih untuk memperlebar defisit APBN ketimbang mengetatkan belanja mengingat banyak sekali belanja-belanja strategis yang bisa mengurangi dampak negatif dari perlambatan ekonomi global, misalnya belanja bantuan sosial hingga belanja subsidi.

Dengan demikian, kekurangan penerimaan ini tetap diramal bikin defisit APBN melebar ke 1,93 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) dari target semula yakni 1,84 persen dari PDB.

Shortfall tentu masih akan kami ikuti hingga Desember. Jika memang ada tambahan shortfall, nantinya defisit bisa lebih besar dari 1,93 persen dari PDB,” kata dia.

Sumber : cnnindonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only