JAKARTA – Peneliti Institute for Development of Economics and Finance Eny Sri Hartati menilai kenaikan target penerimaan pajak dalam anggaran tahun depan menjadi 1.865 triliun rupiah dapat memicu kekhwatira bagi dunia usaha. Sebab, sumber pajak terbesar sampai saat ini berasal dari pajak korporasi.
“Karena sumber pajak terbesar pasti dari sumber pajak korporasi, PPh misalnya, PPh perseorangan hanya seratusan triliun rupiah, sedangkan korporasi sekitar 600 triliun rupiah. Artinya akan ada potensi kenaikan tarif pajak ke dunia usaha,” ujar Eny di Jakarta, Rabu (25/9).
Menurutnya, dengan kenaikan pajak tersebut itu berarti kontraproduktif dari selama ini pemerintah untuk memberikan beberapa insentif fiskal ke dunia usaha, termasuk tax holiday dan super deduction tax.
“Ini yang sudah terwacanakan adalah cukai sebesar 25 persen, ini kan sudah menimbulkan kegaduhan di kalangan perusahaan, walaupun di kalangan perusahaan rokok yang minta dikendalikan,” ujarnya.
Menurut Enny, kenaikan target penerimaan pajak pada 2020 terlalu ambisius dengan melihat realisasi yang ada. Eny menambahkan secara teori pasti akan terjadi shortfall (defisit) sehingga akan menyebabkan penambahan utang.
Dia beralasan beberapa belanja yang sifatnya rutin tak mungkin dikoreksi karena sudah masuk ke dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), seperti dana daerah kan sudah termasuk komitmen pemerintah pusat.
“Sehingga itu yang akan menyebabkan defisitnya melebar, kalau melihat tren sampai dengan saat ini mungkin bisa mencapai 2 persen,” ujarnya.
Sumber : Koran Jakarta
Leave a Reply