Turis Belanja Rp 1 Juta Diusulkan Dapat Kembalian Pajak

Jakarta, Pemerintah akan memberlakukan kebijakan baru untuk pengembalian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk turis asing atau VAT Refund for Tourist mulai 1 Oktober 2019.

Kebijakan barunya dengan menurunkan minimal belanja per struk atau Faktur Pajak Khusus (FPK) dari yang awalnya Rp 5 juta menjadi Rp 500 ribu sehingga minimal PPN per struk hanya Rp 50 ribu. Hal ini dilakukan untuk demi mendongkrak belanja turis asing di Indonesia.

Pemerintah berdasarkan PMK nomor 120 tahun 2019, tidak mengubah angka minimal PPN yang bisa diklaim yaitu Rp 500 ribu.

Hanya saja, turis tak perlu melakukan belanja sebanyak Rp 5 juta dalam satu struk dan satu toko, sehingga untuk memperoleh pengembalian PPN, turus asing bisa mengakumulasikan belanjanya dengan mengumpulkan struk dari berbagai toko dengan total belanja Rp 5 juta (satu struk minimal belanja Rp 500 ribu).

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta meminta satu kebijakan lagi kepada pemerintah.

Menurut Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia Tutum Rahanta, untuk menggenjot belanja turis asing di Indonesia, pemerintah masih perlu menurunkan nilai belanja turis untuk bisa dapat pengembalian pajak. Dia bilang, di negara lain sudah menetapkan minimal belanja turis asing yang bisa diklaim rata-rata Rp 1 juta.

“Pengusaha ritel itu sebagaimana nyamannya turis saja. Tapi kalau turis belanja di negara tetangga bisa klaim tax refund Rp 1 juta kenapa kita tidak? Ini logikanya persaingan saja,” kata Tutum di kantor pusat DJP, Jakarta, Kamis (26/9/2019).

Tutum mengatakan, turis asing dengan mudah membandingkan harga produk internasional di Indonesia dan negara lain. Bila minimal angka pengembalian PPN bisa diturunkan, ia yakin turis asing akan meningkatkan belanjanya di Indonesia.

“Makanya kami usulkan ke kementerian kalau memang ada kesempatan kita mengubah threshold, karena kami dengar kemungkinan juga diubah soal aturan PPN ini. Saya kira ini tidak ada yang hilang karena kalau tambah banyak turis belanja, tambah banyak yang di-refund, tambah banyak pendapatan barang yang dibeli,” jelas Tutum.

Menanggapi permintaan Tutum, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Hestu Yoga Saksama mengatakan, pihaknya akan mempertimbangkan permintaan tersebut.

“Kami setuju dengan Pak Tutum di undang-undang PPN berikutnya bisa kita turunkan karena bencmark-nya dari berbagai negara rata-rata Rp 1 juta,” imbuh Hestu.

Dalam kesempatan yang sama, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Suryo Utomo mengatakan, sejak diberlakukan VAT refund for tourist tahun 2010 masih memiliki banyak kekurangan. Hal itu ia sebutkan dengan jumlah pengembalian PPN di tahun 2018 yang baru mencapai sekitar Rp 11 miliar.

“Sejak tahun 2010 diimplementasi, sekarang membuktikan bahwa di tahun 2018 saja jumlah yang di-refund cuma Rp 11 miliar. Maknanya apa? Masih banyak turis yang belum bisa melakukan refund,” jelas Suryo.

Selain itu, hingga saat ini baru 55 Pengusaha Kena Pajak (PKP) retail yang baru berpartisipasi. Untuk itu, dengan mengeluarkan kebijakan baru ini Suryo mengharapkan lebih dari 1.000 PKP retail bisa berpartisipasi.

“Harapan pemerintah kondisi perekonomian bisa lebih baik dengan kolaborasi dari pemerintah dan pebisnis. Tak hanya 55 PKP, keinginan saya lebih dari 1000 PKP yang berpartisipasi,” ujar Suryo.

Sumber : detik.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only