Kenapa Impor Kakao Kena Diskon PPN? Ini Pemicunya

Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengusulkan pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) impor biji kakao guna meningkatkan utilitas produksi industri nasional sebesar 80%.

Ketua Umum Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) M Arie Nauvel menyambut baik usulan tersebut. Menurutnya, upaya itu sebagai bagian untuk meningkatkan daya saing ekspor produk olahan kakao.

“Kemenperin [mengusulkan] mengurangi PPN 10% untuk memenuhi kebutuhan biji kakao. Kapasitas 774.000 ton, tapi utilisasi masih 56% dari kapasitas terpasang. Masih ada ruang yang diisi, ini sudah berjalan lumayan lama. Penghilangan PPN 10% baik untuk industri,” kata Arie dalam program talkshow Profit, CNBC Indonesia, Jumat (27/9/2019).

Menurutnya, persoalan kebutuhan biji kakao sudah berlangsung lama. Ia memandang terdapat diskoneksi antara bagian hulu dan hilir kakao.

“Seperti terpisahkan antara hulu dan hilir, kalau bisa dilihat secara holistik dan membantu roadmap kakao, akan terlihat kapan harus membuka keran impor atau enggak,” katanya.

Produksi biji kakao Indonesia cenderung fluktuatif dalam beberapa tahun terakhir. Ia mengatakan, tahun 2018 impor biji kakao mencapai sekitar 239.000 ton naik dibanding 2017 sekitar 216.000 ton.

Selain itu, ada keunggulan biji kakao impor dibanding dalam negeri. Beberapa faktor yang membuat biji kakao impor lebih unggul di antaranya terdapat pengawasan dari Cocoa Board, cara budidaya dan fermentasi, hingga luasan tanah yang lebih besar dibanding lokal.

Sementara di Indonesia, Arie menilai ada kendala pada keterbatasan lahan, ketergantungan pada musim, dan seringkalinya berubah tanaman, hingga penggunaan pupuk bukan kakao.

Pelbagai cara digunakan untuk meningkatkan produktivitas biji kakao lokal. Karena itu diperlukan kemitraan dengan petani untuk menjaga kontinuitas pasokan bahan baku biji kakao.

“Kementerian Pertanian sudah mengeluarkan pupuk khusus kakao, mengeluarkan kebijakan mendekatkan bibit ke kebun. Hal-hal ini perlu dimasukan dalam frame yang sama sehingga kita mendapatkan share mayoritas domestik,” kata Arie.

Untuk meredam impor, ia mengatakan Askindo sudah memulainya sejak tahun lalu. Pengusaha berkumpul bersama untuk membahas tiga prioritas, salah satunya menjadikan Sulawesi Selatan sebagai pilot project untuk peta jalan kakao.

Arie optimistis pertumbuhan industri kakao akan meningkat. Hal itu terlihat dari konsumsi per kapita kakao rata-rata 0,5 kg per tahun, ketersediaan lahan 1,6 juta ha dan keunggulan secara histori budidaya kakao Indonesia yang baik.

Mengacu data Investing.com, harga kakao di pasar berjangka Intercontinental Exchange (ICE) menguat 0,60% atau 15 poin ke level US$2.490 per ton pada akhir pekan ini, Jumat (27/9/2019), dari perdagangan hari sebelumnya.

Sumber : Cnbcindonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only