Penurunan Tarif Pajak Badan Makin Mendesak

India memangkas PPh dari 30% menjadi 25% untuk menarik investasi

Jakarta, Sejumlah negara ramai-ramai bersain menurunkan tarif pajak di tengah situasi pertumbuhan ekonomi global yang melambat. Insentif pajak menjadi senjata ampuh guna menarik investasi agar laju ekonomi tetap tinggi. Indonesia harus bergegas merevisi aturan tarif perpajakan jika tak ingin daya saing makin tertinggal dibandingkan dengan negara pesaing.

Teranyar, India memangkas tarif pajak penghasilan (PPh) badan usaha dari 30% menjadi 25%. Bahkan, pemerintah India juga hanya akan mengenakan tarif PPh sebesar 22% untuk perusahaan domestik.

Lalu, bagi perusahaan manufatur domestik yang berdiri setelah 1 Oktober 2019 hanya dikenakan tarif pajak 15%-17,01%. Insentif agar perusahaan kembali berinvestasi untuk mengangkat pertumbuhan ekonomi India yang kini sedang lesu di level terendah enam tahun terakhir.

Penurunan tarif ini jadi pertanda perang tarif pajak di negara berkembang maupun negara maju. Riset Organisasi for Economic Cooperation and Development (OECD) awal bulan ini juga mencatat, Prancis akan menurunkan tarif PPh Badan dari 31% menjadi 25% pada 2022. Luksemburg dan Norwegia juga menurunkan PPh Badan masing-masing menjadi 17% dan 22% pada 2019 ini. Begitu juga di Swedia, tarif PPh Badan turun menjadi 21,4% pada tahun ini dan akan kembali dipangkas menjadi 20,6% pada 2021. Belanda akan memangkas tarif PPh menjadi 16,5% pada 2020 dan 15% pada 2021 untuk perusahaan dengan laba bersih di bawah € 200.000.

Dengan berbagai insentif pajak, tarif PPh efektif di Indonesia hanya 23%.

Di Indonesia, pemerintah masih mewawancarakan pemangkasan tarif PPh badan usaha yang saat ini di level 25%. Presiden Joko Widodo menginginkan pemangkasan tersebut terealisasi secepatnya agar Indonesia bisa bersaing dengan negara lain menarik investor asing

Namun Menteri Keuangan Sri Mulyani masih memikirkan cara yang tepat untuk merealisasikan tujuan itu. Dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan, tarif PPh Badan akan turun bertahap menjadi 23%, lalu ke 20%.

Perang pajak

Hanya saja keinginan indonesia memangkas tarif PPh badan harus melewati jalan panjang. Pembahasan RUU perpajakan baru ditargetkan rampung 2021.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Direktorat Jenderal Pajak Hestu Yoga Saksama bilang untuk menurunkan tarif PPh memang harus melalui perubahan UU.

Namun demikian, Hestu menjelaskan, sembari menunggu RUU tersebut rampung, Wajib Pajak (WP) Badan dapat saja memanfaatkan fasilitas yang ada sekarang, sehingga badan pajaknya berkurang dari tarif normal 25%.

“Misalnya (memanfaatkan fasilitas) tax holiday, tax allowance, super deduction, dan Pasal 31. Secara umum, dengan berbagai insentif ini, tingkat tarif efektif PPh kita sudah sekitar 23%,” kata Heru akhir pekan lalu.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai saat ini situasi global sedang terjadi perang tarif pajak murah. Hal inilah yag harus menjadi dasar Indonesia untuk secepatnya merealisasikan RUU bertema omnibus law di bidang perpajakan sehingga 2020 sudah bisa berlaku tarif pajak yang baru.

“Ini kan investment gimmick, tarif PPh perusahaan berlaku untuk tahun pajak (yang berjalan), jadi akan dipakai menghitung pajak terutang tahun pajak 2020,” kata Yustinus , Minggu (22/9).

Yustinus menganalisa, di bandingkan dengan insentif fiskal yang lain, penurunan PPh badan memang cenderung lebih konkret. Sebab, di anggap menjadi langkah pemeritah yang paling responsif dengan keadaan ekonomi saat ini dan pro investasi

Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey berharap pemerintah segera menurunkan PPh Badan segera karena ditunggu oleh pengusaha. Ia menilai insentif fiskal lebih dirasakan bagi dunia usaha, ketimbang stimulus moneter seperti pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) pekan lalu.

Ekonom Samuel Sekuritas Ahmad Mikail Zaini mengatakan stimulus fiskal yang tidak kunjung datang dapat mempengaruhi minat foreign direct investment (FDI). Dikhawatirkan, investor asing lebih suka tanam modal ke negara tetangga yang punya tarif pajak lebih murah.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only