JAKARTA. Pelaku usaha industri layar lebar meminta penyamarataan tarif pajak bisnis bioskop di Indonesia. Selama ini, tarif pengenaan pajak bisnis layar lebar berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lainnya.
Ketua Gabungan Pengusaha Bioskop Se-Indonesia Djonny Syafruddin mengatakan bahwa selama ini pengenaan pajak bioskop menjadi kewenangan pemerintah daerah sehingga pajak tersebut menjadi pemasukan daerah atau PAD. Dampaknya, tarif yang dibebankan untuk pelaku usaha layar lebar pun tidak sama antara satu daerah dengan yang lainnya. Jika menilik pada beleid UU No. 28/2009, tarif pajak hiburan ditetapkan paling tinggi 35%.
“Itu sebetulnya yang bikin masalah jadi ada peluang di DPRD,” kata Djonny kepada Bisnis, Selasa (1/10).
Dia juga berharap agar bisnis bioskop dikeluarkan dari kategori bisnis hiburan karena tarif pajak yang harus dibayar tak sepenuhnya dibebankan pada pelaku bisnis layar lebar, tetapi juga kepada produser film.
“Jadi di situ terjadi permasalahan, bioskop enggak bisa pajak tinggi. Beda dengan jenis hiburan lain seperti karaoke, klub malam, spa. Kami minta bioskop dicabut dari kategori hiburan,” katanya
Djonny berharap agar adanya UU tentang Ekonomi Kreatif bisa menjadi payung hukum bagi pelaku bisnis layar lebar khususnnya terkait insentif fiskal. Selama ini, sebetulnya sudah ada pengembalian pajak, tetapi hal tersebut hanya diberlakukan untuk produser film. “Dari zaman dahulu, sudah ada pengembalian pajak, jadi produser film dapat, bioskop juga dapat. Tapi sekarang hanya produser yang dapat, itu enggak adil.”
Selain insentif fiskal, Djonny meminta adanya subsidi untuk pelaku bisnis layar lebar independen. Sebab untuk melakukan ekspansi satu layar saja perlu memakan biaya yang banyak.
Direktur Pemasaran PT Graha Layar Prima Tbk. (CGV) Dian Sunardi Munaf meminta agar insentif fiskal berupa persamaan tarif pajak untuk tiap daerah sehingga sebagai pengusaha bioskop dapat membuat perencanaan yang lebih tepat. Insentif dalam bentuk pengurangan atau penghapusan fiskal atas pencapaian penayangan film-film terutama film lokal.
Sumber : Harian Bisnis Indonesia
Leave a Reply