Pemerintah Diminta Hati-hati Tertibkan Usaha Jastip

Jakarta-Direktur Eksekutif Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo, mengatakan pemerintah harus berhati-hati dalam menertibkan bisnis jasa titip (jastip). Dia khawatir langkah pemerintah akan menjadi kontraproduktif.

Dia menilai saat ini belum ada aturan tegas yang mengatur detail bisnis jastip. Sehingga ada celah bagi pelaku bisnis tersebut untuk memanfaatkannya. Salah satunya dengan metode splitting atau membagi barang belanjaan kepada beberapa orang.

“Kan yang diatur itu kan barang bawaan tidak lebih dari USD 500 tidak kena pajak. Kan tidak disebutkan apa saja, dalam kondisi seperti apa kan tidak ada ya. Hanya mengatur batas untuk barang bawaan yang dikenakan pajak,” ujarnya.

“Jadi ya, menurut saya ini memang celah, celah yang bisa dipakai orang. Bahwa ada demand terhadap barang-barang di luar negeri, lalu ini (jastip) kan menyediakan supply kan sebenarnya begitu, jadi supply and demand kan ketemu. Jadi menurut saya tidak ada masalah (bisnis jastip), sepanjang tidak ada larangan yang eksplisit, yang kedua tidak melanggar ambang batas,” ujarnya.

Sementara itu, Yustinus menanggapi terkait dengan pemerintah yang melarang pelaku jastip berjualan di media sosial. Dia mengungkapkan bahwa pemerintah tidak memiliki hak untuk melarang hal ini. Sebab, hal ini tidak ada dalam peraturan.

“Kalau seperti ini diatur terlalu dalam saya khawatir, kita belakangan ini masuk terlalu dalam ke hak privasi gitu. Jadi jangan sampai juga yang tidak diatur, nanti dieksekusi, sehingga nanti akan menimbulkan skeptisisme di masyarakat,” ujarnya seperti dikutip merdeka.com.

Dia mengatakan bahwa adanya bisnis jastip ini merupakan buah dari perkembangan teknologi. Menurutnya, pemerintah harus berhati-hati dalam mengambil langkah dengan menempatkan prioritasnya. “Yang jualan kan outlet di luar negerinya. Tapi itu (jastip) kan hanya jasa gitu kan,” jelasnya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Bea Cukai Heru Pambudi mengatakan, potensi kerugian negara mencapai 17% dari harga barang apabila jastip marak di Indonesia. Kerugian ini berasal dari PPN 10%, PPh 10% dan Bea Masuk 7,5%.

Heru menjelaskan, pemerintah tidak melarang masyarakat membawa barang dari luar negeri. Namun, harus dikondisikan jumlah barang dengan harga yang boleh dibawa masuk ke dalam negeri yaitu maksimal USD 500 atau sekitar Rp 7 juta.

“Kita tertibkan, kita arahkan agar mengimpor secara resmi yang telah kami tetapkan. Dia tidak boleh pergi ke luar negeri tapi niatnya berdagang itu tidak boleh, kalau memang mau berdagang kami fasilitasi dengan dokumen secara benar,” jelasnya.

Selain itu, Dirjen Heru juga mengimbau agar para pelaku jastip melakukan kegiatan jual beli melalui platform resmi seperti di e-commerce, bukan melalui media sosial. “Sehingga bisnis ini resmi, ada ketentuan, bayar pajak, dan dia jual di platform, bukan di medsos,” ujarnya.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mulai cepat tanggap menghadapi para pelaku jasa titip (jastip) nakal. Setidaknya hingga 25 September 2019, khusus di wilayah Bea Cukai Soekarno-Hatta telah melakukan penindakan terhadap 422 kasus pelanggaran terhadap para pelaku jastip.

Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi mengungkapkan, 422 kasus pelaku jasa titipan yang tidak mematuhi ketentuan tersebut telah merugikan negara sebesar Rp4 miliar. “Telah dilakukan sebanyak 422 penindakan dengan total hak negara yang berhasil diselamatkan sekitar Rp4 miliar,” ujarnya di Jakarta, Jumat (27/9).

Dari 422 kasus tersebut, menurut dia, penerbangan yang paling sering digunakan pelaku jasa titipan antara lain berasal dari Bangkok, Singapura, Hongkong, Guangzhou, Abu Dhabi, dan Australia. “Sebanyak sekitar 75 persen kasus jasa titipan didominasi oleh barang-barang berupa pakaian, berikutnya kosmetik, tas, sepatu, dan barang-barang yang bernilai tinggi lainnya,” ujarnya.

Sejak Bea Cukai menerapkan program anti ‘splitting’ melalui PMK-112/PMK.04/2018 di Oktober 2018, terdapat 72.592 consignment notes (CN) yang berhasil dijaring di 2018 dengan nilai mencapai Rp4 miliar dan naik di 2019 sampai dengan bulan September 2019 sebanyak 140.863 CN dengan nilai penerimaan mencapai Rp28,05 miliar.

Sebagian besar barang jastip yang terjaring antara lain barang dari kulit, arloji, sepatu, aksesoris pakaian, part elektronik, dan telepon genggam. Program anti ‘splitting’ ini merupakan smart system berupa sistem komputer pelayanan yang akan mengenali secara otomatis nama-nama penerima barang yang mencoba memanfaatkan celah pembebasan bea masuk dan pajak impor. mohar

Sumber : Neraca.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only