Waspadai Outflow Dana Repatriasi

JAKARTA, Pemerintah perlu menyiapkan skema untuk mencegah outfl ow dana repatriasi dalam program pengampunan pajak (tax amnesty) sejalan dengan akan berakhirnya holding period.

Kekhawatiran mengenai kembali keluarnya dana tersebut cukup besar mengingat kondisi domestik masih penuh tantangan, terutama iklim politik dan kepastian hukum.

Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama, menyatakan holding period untuk aset yang direpatriasi adalah 3 tahun. Adapun batas waktu repatriasi untuk periode 1 dan 2 adalah 31 Desember 2016.

“Jadi usainya holding period tergantung kapan peserta tax amnesty secara faktual mengalihkan hartanya ke Indonesia,” kata Yoga kepada Bisnis, Senin (7/10).

Data Ditjen Pajak menunjukkan, realisasi repatriasi pada periode tax amnesty jilid 1–2 masing-masing senilai Rp130 triliun dan Rp10,5 triliun. Jumlah tersebut setara dengan 95,7% dari total nilai repatriasi yang mencapai Rp146,7 triliun. Skema holding period diatur dalam PMK No.141/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan UU No. 16/2016 tentang Pengampunan Pajak. Dalam beleid tersebut tertulis, waktu 3 tahun dihitung sejak wajib pajak menempatkan harta tambahannya di cabang bank persepsi yang berada di negera tertentu.

Artinya, dengan maksimal waktu pengalihan 31 Desember 2016, maka holding period berakhir pada 31 Desember 2019. Batasan tersebut bisa lebih cepat apabila proses repatriasi dilakukan lebih awal.

Aset hasil repatriasi yang telah melewati masa holding period sudah terbebas dari kewajiban untuk menginvestasikannya di dalam negeri. Dari sisi perpajakan, dana tersebut tidak lagi memiliki persoalan.

Kendati demikian, pemerintah berharap dana itu tetap berada di yurisdiksi Indonesia. Meskipun Yoga tak memungkiri, harapan itu tergantung dengan iklim investasi di dalam negeri. “Instrumen investasi mungkin perlu diperdalam, juga investasi sektor riil memerlukan berbagai pembenahan seperti perizinan, kepemilikan tanah, dan ketenagakerjaan,” ujarnya.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo, menganggap tanpa iklim investasi dan stabilitas politik risiko outfl ow dana repatriasi cukup besar.

Menurutnya pemerintah harus mengantisipasi potensi lonjakan outflow pada akhir tahun nanti. Apalagi, instrumen investasi yang ada belum cukup menarik. “Ini faktor penting untuk mengambil keputusan. Menurut saya, pemerintah perlu memberi sinyal ke pasar atau dunia usaha bahwa kita bisa mengelola ini,” tegasnya.

Sumber : Harian Bisnis Indonesia

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only