Antisipasi Dana Kembali ke Luar Negeri

JAKARTA, Kemungkinan dana repatriasi kembali ke luar negeri yang cukup besar mesti diantisipasi. Pembalikan dana, antara lain, dipicu pertumbuhan ekonomi tidak sesuai dengan target, defisit anggaran yang meningkat, dan risiko gagal bayar utang korporasi.

Jika dana repatriasi meninggalkan Indonesia, dampak bergandanya diperkirakan cukup besar. Stabilitas nilai tukar rupiah dan kondisi ekonomi makro bisa terganggu, seiring penurunan cadangan devisa yang bisa semakin dalam.

”Uang tidak memiliki identitas kependudukan. Mereka akan mengalir ke lokasi-lokasi yang memberikan imbal hasil tinggi dan kepastian pengembalian investasi,” kata peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati, di Jakarta, Selasa (8/10/2019).

Menurut Enny, pemilik dana bisa jadi memilih negara-negara yang lebih menjanjikan dibandingkan dengan Indonesia, seperti Vietnam dan Thailand.

Amnesti pajak yang diselenggarakan pemerintah pada 1 Juli 2016-31 Maret 2017 diikuti 965.983 peserta pribadi dan badan. Adapun dana yang dideklarasikan Rp 4.866 triliun, yang Rp 146,7 triliun di antaranya direpatriasi.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, dana repatriasi tersebut terbagi atas Rp 130 triliun pada periode I (Juli-September 2016), Rp 10,5 triliun pada periode II (Oktober-Desember 2016), dan Rp 6,2 triliun pada periode III (Januari-Maret 2017).

Wajib pajak harus menempatkan dana repatriasi di dalam negeri paling singkat selama tiga tahun berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141 Tahun 2016 tentang pelaksanaan pengampunan pajak. Mengacu pada aturan itu, masa dana repatriasi ditempatkan di dalam negeri untuk amnesti pajak periode I dan II berakhir pada 31 Desember 2019.

Insentif

Dalam jangka pendek, pemerintah bisa memperkecil potensi dana repatriasi meninggalkan Indonesia dengan cara memberikan insentif fiskal. Prospek keuntungan berinvestasi di Indonesia mesti ditingkatkan sehingga keinginan mengalihkan dana ke luar negeri hilang. Insentif fiskal juga harus dibarengi perbaikan perizinan dan penyederhanaan regulasi.

”Pemerintah jangan salah perlakuan karena satu kesalahan bisa menciptakan efek domino yang kuat,” ujar Enny.

Enny menambahkan, kenaikan peringkat layak investasi merupakan daya tarik Indonesia. Namun, pertimbangan investor saat ini untuk menanamkan modal bukan sekadar penawaran imbal hasil yang tinggi. Keamanan dan kondisi sosial politik di dalam negeri yang kondusif juga menjadi perhatian, terutama untuk penanaman modal asing.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menyampaikan, dana repatriasi yang serentak meninggalkan Indonesia akan menciptakan arus modal keluar. ”Dampaknya bukan sekadar nominal, tetapi sinyal yang kurang baik bagi calon investor,” kata Prastowo.

Arus keluar dana repatriasi secara signifikan juga berpotensi mengganggu stabilitas nilai tukar rupiah karena pasar keuangan Indonesia masih dangkal.

Sumber : Harian Kompas

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only