Dilema Setoran Pajak

Tahun fiskal 2019 menyiasakan kurang dari 90 hari. Namun hingga awal Oktober 2019 ini setoran negara dari pembayaran pajak terlihat makin seret.

Berdasarkan catatan hingga pekan pertama Oktober 2019 total setoran pajak baru terealisasi Rp 912 triliun atau 57,81% dari target penerimaan pajak sampai akhir 2019 sebesar Rp 1.577,56 triliun.

Sepanjang September 2019-awal Oktober 2019 atau sekitar lima pekan tambahan setoran pajak hanya sebesar Rp 110 triliun. Dengan asumsi kemampuan menarik setoran pajak hingga akhir tahun masih sama, yakni hanya sekitar Rp 100 triliun sebulan, maka setoran pajak hingga akhir tahun hanya kisaran Rp 1.200 triliun, artinya masih ada potensi kekurangan setoran pajak lebih dari Rp 300 triliun.

Tapi jika fiskus benar-benar kerja ekstra keras, ada kemungkinan kekurangan setoran atau shortfall penerimaan pajak bisa lebih tipis. Dalam perkiraan beberapa ekonom dan pengamat pajak shortfall bisa dikisaran Rp 200 triliun. Entah kerja ekstra seperti apa lagi yang bisa dilakukan oleh fiskus, di tengah lesunya dunia usaha di dalam negeri, baik terdampak perang dagang Amerika Serikat-China yang bikin ekspor lesu, atau akibar harga komoditas yang melorot tajam.

Yang paling mungkin dilakukan dalam kondisi seperti ini ya ngijon setoran pajak. Cara ini bisa saja di lakukan apabila account representative (AR) sudah dekat dengan wajib pajak, sehingga wajib pajak pun dengan sukarela membantu mereka untuk mencapai target yang telah ditetapkan dalam key performance indikator (KPI) si AR.

Atau dengan cara lain yakni memperlambat proses restitusi atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak, yang sejak awal tahun ini menjadi salah satu insentif yang diberikan oleh pemerintah kepada dunia usaha. Dua trik “nakal” untuk membuat setoran pajak seolah-olah mencapai target ini memang akan membuat penerimaan pajak menjadi semu. Sebab pada akhirnya negara harus mengembalikan dalam bentuk pembayaran restitusi lagi.

Kesulitan untuk menambal setoran pajak ini juga kontradiktif dengan keinginan pemerintah untuk memberikan insentif agar bisa menarik investasi. Pemerintah ingin menurunkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) badan dari yang berlaku sekarang 25% menjadi 20% dan insentif lain. Obral diskon pajak seperti ini memang tidak hanya dilakukan Indonesia. Negara tetangga Malaysia pun dengan gesit memangkas tarif pajak demi masuknya investasi.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only