Sri Mulyani Menkeu Lagi, Emiten Tagih Janji Insentif Pajak

Jakarta – Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) merespons positif kembali terpilihnya Sri Mulyani Indrawati sebagai Menteri Keuangan di periode kedua pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin, 2019-2024.

AEI menilai, selain piawai mengurusi keuangan negara, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut dikenal cukup responsif mendorong dunia usaha melalui insentif fiskal.

Direktur Eksekutif AEI, Samsul Hidayat menyatakan, saat ini Presiden Jokowi membutuhkan sosok profesional yang diharapkan dapat menjalankan arah kebijakan ekonomi Indonesia lima tahun ke depan.

“Menurut kami Bu Sri Mulyani cukup bersahabat terhadap kebijakan di industri, dan selama ini tidak ada persoalan yang begitu signifikan yang menghambat dunia usaha dari sisi kebijakan,” kata Samsul, saat dihubungi CNBC Indonesia, Selasa (22/10/2019).

Salah satu inisiasi yang dinilai positif bagi emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) adalah rencana penurunan pajak penghasilan (PPh) bagi perusahaan tercatat (emiten) dari 20% menjadi 17%.

Aturan ini sedang dalam tahap finalisasi dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian yang digodok pemerintah.

“Konsep itu akan disambut baik oleh emiten dan akan menggairahkan dunia pasar modal,” kata mantan Direktur BEI ini.

Selasa hari ini (22/10), di Istana Negara, Sri Mulyani datang memenuhi undangan Presiden. Kedatangan Sri Mulyani ini bersamaan dengan beberapa calon lain yang akan menjadi menteri di Kabinet Kerja jilid II.

Usai bertemu Presiden, Sri Mulyani berterus terang bahwa Jokowi meminta dirinya tetap menjadi Menteri Keuangan periode 2019-2024.

“Presiden meminta saya menyampaikan bahwa beliau meminta saya tetap jadi menteri keuangan dan menggunakan seluruh kebijakan fiskal di dalam membantu para menteri terkait di dalam mewujudkan ketahanan ekonomi,” ucap Sri Mulyani.

Selain asosiasi emiten, pelaku pasar yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) juga mendukung rencana pemerintah memangkas pajak korporasi atau PPh.

Hanya saja, APEI yang menaungi perusahaan sekuritas di Indonesia, mendorong pemerintah untuk tidak membedakan pajak yang dikenakan bagi perusahaan tercatat (emiten) di BEI dan perusahaan tertutup atau non-emiten.

Saat ini, tarif PPh untuk wajib pajak badan umumnya sebesar 25% sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan. RUU insentif baru ini sedang dirancang untuk menjawab perubahan yang terjadi di dunia internasional, sehingga Indonesia tetap kompetitif dengan kebijakan di negara-negara lain.

“Insentif ini bagus kalau bisa berjalan. Saat ini ada insentif untuk perusahaan listed sebesar 5%, apakah nanti juga ada perbedaan atau sama dengan perusahaan yang non-listed,” Ketua APEI Octavianus Budiyanto.

Selain memangkas PPh badan secara bertahap, Kementerian Keuangan juga sedang merencanakan menurunkan pajak bagi perusahaan yang akan melangsungkan penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO) alias go public dari 20% menjadi 17%.

Kebijakan ini ditempuh untuk menyesuaikan dengan kebijakan yang juga diberlakukan di negara lainnya seperti Singapura, agar Indonesia bisa tetap kompetitif. Selain itu, kebijakan ini juga untuk lebih mendorong pendanaan di pasar modal.

Sumber : CnbcIndonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only