Target defisit dan penerimaan pajak yang meleset membuat target 2020 terlampaui tinggi
Jakarta. Perlambatan ekonomi global maupun ekonomi dalam negeri berimbas pada kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019. Defisit anggaran tahun ini diperkirakan melebar sebagai konsekuensi dari lemahnya penerimaan.
Sejumlah asumsi makro, seperti pertumbuhan ekonomi, nilai tukar rupiah, hingga harga minyak mentah Indonesia (ICP) diperkirakan juga meleset dari target. Alhasil, porstur anggaran di bawah target yang diterapkan.
Terbaru, Kementerian Keuangan (Kemkeu) memperkirakan, defisit anggaran tahun ini melebar ke kisaran 2%-2,2% dari produk domestik bruto (PDB). Sehingga, shortfall penerimaan pajak dipastikan melebar dari proyeksi awal sebesar Rp 140 triliun.
Meski perekonomian tahun depan tampaknya masih suram, pemerintah belum akan merevisi target-target dalam APBN 2020. Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemkeu Luky Alfirman mengatakan, pemerintah masih mempertahankan target defisit APBN 2020 sesuai dengan undang-undang, yaitu 1,76% dari PDB.
Pemerintah menyakini seluruh bauran kebijakan fiskal moneter, hingga kebijakan ekonomi di sektor riil yang telah diambil akan menunjukkan dampak dan mengungkit pertumbuhan ekonomi di tahun depan. Dengan begitu, kinerja penerapan negara juga akan membaik.
“Kami masih optimistis perekonomian Indonesia bisa pick-up lagi tahun depan. Terutama melihat keyakinan pasar sampai saat ini terhadap fundamental perekonomian kita. Jadi, masih sama (targetnya),” kata Luky, Jumat (25/10).
Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemkeu Hidayat Amir menambahkan, target penerimaan perpajakan yang ditetapkan pemerintah untuk tahun depan telah diperhitungkan berdasarkan proyeksi pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, dan extra effort pada 202. Pertumbuhan ekonomi tahun depan ditarget 5,3%, tingkat inflasi sebesar 3,1%, dan extra effort sekitar 4% sehingga secara keseluruhan target pertumbuhan penerimaan perpajakan kisaran 12%-13%.
“Saat ini pemerintah juga sedang mereformasi perpajakan, memperbaiki administrasi, dan mempermudah pelayanan pajak sehingga ekspetasinya tingkat kepatuhan (wajib pajak) akan naik dan pengumpulan pajak pun meningkat,” tambahnya.
Amir menilai, pemerintah tidak akan terburu-buru merevisi target-target yang ada di dalam APBN 2020. Pasalnya, pemerintah masih akan melihat dan mengevaluasi efektivitas berbagai kebijakan yang telah dilakukan selama ini.
Target 2020 membebani
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Piter Abdullah tak sepakat dengan optimisme pemerintah. Menurutnya, salah satu prioritas Kemkeu di awal periode pemerintahan yang baru ini semestinya justru mengevaluasi target penerimaan perpajakan di APBN 2020 yang terlampau tinggi.
“Jadi ada inkonsistensi, antara ingin melakukan kebijakan fiskal ekspansif dengan memberi banyak stimulus dan insentif tapi setting target perpajakan begitu besar,” kata Piter kepada Kontan.
Dengan kondisi short fall perpajakan yang diproyeksikan melampaui Rp 200 triliun pada tahun ini, Piter menilai pemerintah perlu merevisi kebawah target penerimaan pajak serta memperlebar target defisit APBN 2020 di tengah kondisi ekonomi global dan nasional yang tertekan.
“Kalau target pajak masih setinggi itu, artinya itu membebani Ditjen Pajak untuk mengejar-ngejar penerimaan dari sumber wajib pajak yang bisa dipastikan itu-itu lagi. Dampaknya bisa negatif pada dunia usaha,” tuturnya.
Sumber :
Leave a Reply