Perusahaan Kecil Bidik IPO

LOMBOK BARAT – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan saat ini ada pergeseran ukuran perusahaan yang melakukan penawaran saham perdana (Initial Public Offering/ IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI), yaitu masuknya perusahaan kecil menengah (Small Medium Enterprise/SME) dengan mengejar pertumbuhan anorganik melalui merger atau akuisisi.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Hoesen, mengatakan selama ini ada kritikan yang menyatakan hanya perusahaan-perusahaan besar saja yang masuk ke pasar modal. Bahkan, pasar modal diibaratkan seperti menara gading, hanya berpihak kepada yang besar saja. “Akan tetapi, semakin ke sini kebanyakan perusahaan lebih menyasar pertumbuhan non-organik,” ungkapnya saat Media Gathering Pasar Modal 2019, di Lombok Barat, NTB, Jumat (25/10).

Bahkan di negara-negara lain, perusahaan-perusahaan yang mempunyai pertumbuhan organik tinggi juga makin habis. Hal ini juga terjadi di beberapa negara maju sehingga mendorong perusahaan untuk tumbuh melalui anorganik. Dengan begitu, pertumbuhannya tidak hanya organik saja, tapi juga dengan merger atau akuisisi. Apalagi pertumbuhan organik perusahaan yang masih ada sekarang ini juga terbatas.

Dari sisi usia perusahaan, ada yang berusia 15 tahun atau 20 tahun, meski masih bisa tumbuh bagus usahanya dan tetapi ukuran usahanya belum terlalu besar. Bahkan, perusahaan yang banyak IPO terakhir ini ada yang baru berdiri lima tahun atau 10 tahun. Artinya, untuk bisa mengakumulasi agio, earning, dan bisnis yang mampu bertahan itu sangat sedikit.

Kalau dicari ratusan perusahaan yang punya organic growth size di atas 200 juta dollar AS juga terbatas. Hoesen menegaskan pergesaran itu bukan keinginan otoritas, tetapi social nature akan menciptakan situasi itu.

Sebelum IPO, perusahaan-perusahaan kecil tersebut akan mengakselerasi pertumbuhannya melalui anorganik dan caranya dengan mengakuisisi. “Tapi, ada yang tidak sabar maka perusahaan yang kecilkecil ini dijual dulu dan setelah ada di etalase Bursa, mungkin ada (perusahaan) yang besarbesar akan ambil dan dimasukkan sebagai aset baru,” kata Hoesen.

Pertumbuhan Anorganik

Oleh karena itu, model rights issue dalam 3–5 tahun terakhir itu lebih besar daripada IPO. Artinya, aksi korporasi tersebut merupakan pertumbuhan anorganik dan ini yang perlu diperhatikan ke depan. Apalagi kalau sudah menjadi perusahaan publik akan memperoleh keuntungannya berupa (insentif ) pajak.

Untuk ekspansi bisa melakukan akuisisi, transaksi pengalihan anak dan sebagainya. Kemudian bisa mempunyai akses pendanaan publik dengan melakukan right issue untuk akuisisi.

Sementara itu, bila menjadi perusahaan tertutup akan lebih mahal dan bila mencari target company perusahaan yang mau mengakuisisinya juga susah karena tidak ada informasinya. Selain itu, bila menunggu perusahaan itu tumbuh menjadi besar terlebih dahulu, baru masuk pasar, tidak ada yang mau IPO. “Jadi, jangan menunggu menjadi perusahaan besar, lalu masuk ke pasar modal, justru masuk ke pasar modal dulu supaya menjadi besar,” kata dia.

Oleh karena itu, Bursa membuat kebijakan yang lebih ketat tentang rights issue dan private placement. Bagi perusahaan yang mau melakukan penawaran umum tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) harus melakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) independen.

Adapun kalau mau merger akuisisi publik harus diberikan peluang untuk keluar dulu. Kendati demikian, BEI dan OJK akan terus memperbarui peraturan untuk melindungi investor.

Sumber : Kontan.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only