Dirilis Minggu Depan, Pertumbuhan Ekonomi RI di Bawah 5%?

Jakarta – Bulan Oktober telah resmi berakhir dan kita sudah memasuki bulan November. Kini, data ekonomi untuk periode Oktober sudah mulai dipublikasikan.

Kemarin (1/11/2019), Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka inflasi periode Oktober. Sepanjang bulan lalu, BPS mencatat bahwa terjadi inflasi sebesar 0,02% secara bulanan (month-on-month/MoM), sementara inflasi secara tahunan (year-on-year/YoY) berada di level 3,13%.

“Hasil pantauan BPS di 82 kota terjadi inflasi 0,02%. Untuk inflasi tahun kalender Januari-Oktober 2019 mencapai 2,22% dan year-on-year 3,13%,” kata Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi persnya, Jumat (1/11/2019).

Tak hanya data ekonomi untuk periode Oktober saja, data ekonomi untuk periode kuartal III-2019 juga akan ikut dipublikasikan.

Salah satu data ekonomi yang paling diantisipasi adalah angka pertumbuhan ekonomi. Hal ini lantaran data tersebut merupakan indikator yang paling jelas menggambarkan kinerja perekonomian Indonesia. Angka pertumbuhan ekonomi periode kuartal III-2019 dijadwalkan dirilis pada hari Selasa (5/11/2019) oleh BPS.


Untuk diketahui, pada kuartal I-2019 perekonomian Indonesia tercatat tumbuh sebesar 5,07% secara tahunan (year-on-year/YoY), jauh di bawah konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia sebesar 5,19%. Pada kuartal II-2019, perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,05% secara tahunan, sama persis dengan konsensus. Untuk periode semester I-2019, perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,06% YoY.

Angka pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan pertama tahun ini sedikit berada di atas capaian pada periode yang sama tahun sebelumnya (kuartal I-2018) yang sebesar 5,06%. Sementara untuk periode kuartal-II 2019, pertumbuhan ekonomi jauh lebih rendah jika dibandingkan capaian kuartal II-2018 yang mencapai 5,27%.

Pada kuartal III-2019, konsensus yang dihimpun oleh Trading Economics memperkirakan bahwa perekonomian Indonesia hanya akan tumbuh sebesar 5,01% secara tahunan, melambat dari capaian di kuartal I dan II.

Jika hanya mencapai 5,01%, maka pertumbuhan ekonomi di kuartal III-2019 akan jauh lebih rendah dari capaian pada kuartal III-2018 kala perekonomian Indonesia mampu tumbuh 5,17% secara tahunan.

Sejauh ini, rilis angka pertumbuhan ekonomi periode kuartal III-2019 sudah terlihat jelas membuat pelaku pasar keuangan tanah air grogi. Buktinya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selaku indeks saham acuan di Indonesia mencetak imbal hasil negatif di sepanjang pekan ini yakni sebesar 0,7%. Padahal, seluruh indeks saham negara-negara Asia lainya mampu mencetak apresiasi.

Kemudian, kala mayoritas mata uang negara-negara Asia mampu menaklukkan dolar AS di sepanjang minggu ini, rupiah justru datar-datar saja.

Melansir konsensus yang dihimpun oleh Bloomberg, JPMorgan Chase memproyeksikan ekonomi Indonesia tumbuh 4,9% pada tahun ini, sementara Deutsche Bank menaruh proyeksinya di level 4,8%.Oh ya, patut diketahui bahwa kini lembaga keuangan besar berbendera asing memproyeksikan bahwa perekonomian Indonesia akan tumbuh di bawah 5% pada tahun 2019.

Inflasi Rendah, Penjualan Barang-Barang Ritel Loyo

Berbicara mengenai angka pertumbuhan ekonomi, pastilah kita berbicara mengenai konsumsi rumah tangga. Maklum, lebih dari 50% perekonomian Indonesia dibentuk oleh konsumsi rumah tangga. Pada tahun 2018, konsumsi rumah tangga menyumbang sebesar 55,7% dari total perekonomian Indonesia. 

Berbicara mengenai konsumsi rumah tangga, inflasi menggunakan indikator yang lazim digunakan untuk mengukur kuat-lemahnya konsumsi.

Seperti sudah disebutkan di halaman pertama, kemarin (1/11/2019) BPS mengumumkan bahwa pada bulan Oktober terjadi inflasi sebesar 0,02% secara bulanan dan 3,13% secara tahunan.


Inflasi pada bulan lalu berada di posisi yang lebih rendah ketimbang konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan adanya inflasi sebesar 0,12% secara bulanan, sementara inflasi secara tahunan diperkirakan sebesar 3,23%.

Lantas, lagi-lagi inflasi berada di bawah ekspektasi. Untuk periode September 2019, BPS mencatat terjadi deflasi sebesar 0,27% secara bulanan, lebih dalam dibandingkan dengan konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia yang memproyeksikan deflasi sebesar 0,15% saja.

Untuk diketahui, jika ditotal untuk periode kuartal III-2019, Indonesia membukukan inflasi sebesar 0,16% saja. Inflasi pada kuartal III-2019 berada jauh di bawah rata-rata inflasi kuartal III dalam empat tahun pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mencapai 0,62%.

Di era pemerintahan Jokowi, inflasi kuartal III-2019 yang hanya sebesar 0,16% merupakan inflasi kuartal III terendah kedua, pasca pada kuartal III-2018 Indonesia hanya mencatatkan inflasi sebesar 0,05%.

Dengan inflasi yang terus saja berada di bawah ekspektasi, timbul kekhawatiran bahwa daya beli masyarakat Indonesia sedang berada dalam tekanan.

Apalagi, indikasi lemahnya daya beli masyarakat Indonesia juga datang dari kinerja penjualan barang-barang ritel yang lesu. Sudah sedari bulan Mei, pertumbuhan penjualan barang-barang ritel tak bisa mengalahkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya. Bahkan pada bulan Juni, penjualan barang-barang ritel terkontraksi 1,8% secara tahunan. Pada Juni 2018, diketahui ada pertumbuhan sebesar 2,3% YoY.

Pada kuartal I-2019 dan kuartal II-2019, konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh masing-masing sebesar 5,02% dan 5,17% secara tahunan. Kini, dengan indikasi yang kuat bahwa daya beli masyarakat sedang berada dalam posisi yang lemah, patut diantisipasi bahwa pertumbuhan konsumsi rumah tangga akan melorot ke bawah level 5%.

Kala komponen terpenting dalam perekonomian Indonesia tumbuh di bawah 5%, tentu ada kemungkinan yang sangat besar bahwa pertumbuhan ekonomi akan ikut berada di bawah level 5%.

Investasi Sulit Diandalkan

Setelah konsumsi rumah tangga, komponen lain yang memiliki kontribusi besar dalam pembentukan ekonomi Indonesia adalah Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau singkatnya biasa disebut investasi. Pada tahun 2018, investasi menyumbang sebesar 32,3% dari total perekonomian Indonesia.

Pada kuartal I-2019 dan kuartal II-2019, investasi tercatat tumbuh masing-masing sebesar 5,03% dan 5,01% secara tahunan. Pertumbuhan yang hanya di batas bawah 5% tersebut jauh merosot jika dibandingkan capaian pada periode yang sama tahun lalu. Pada kuartal I-2018 dan kuartal II-2018, investasi tercatat tumbuh masing-masing sebesar 7,95% dan 5,87% secara tahunan.

Pada kuartal III-2019, ada kemungkinan bahwa pertumbuhan pos investasi justru akan melorot ke bawah level 5%. Pasalnya, aktivitas sektor manufaktur Indonesia diketahui selalu membukukan kontraksi pada bulan Juli, Agustus, dan September.

Melansir data yang dipublikasikan oleh Markit, Manufacturing PMI Indonesia pada bulan Juli, Agustus, dan September berada masing-masing di level 49,6, 49, dan 49,1. Memasuki kuartal IV-2019, Manufacturing PMI Indonesia masih saja berada di bawah level 50.

Sebagai informasi, angka di atas 50 berarti aktivitas manufaktur membukukan ekspansi jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, sementara angka di bawah 50 menunjukkan adanya kontraksi.

Dengan aktivitas manufaktur yang terus terkontraksi, dunia usaha akan cenderung menahan investasinya sehingga sangat mungkin pertumbuhan pos investasi akan melorot ke bawah 5%.

Belanja Pemerintah Seret

Selain konsumsi rumah tangga dan investasi, pos lain yang tak bisa dianggap sepele kala ingin memproyeksikan angka pertumbuhan ekonomi adalah belanja pemerintah. Pada tahun 2018, belanja pemerintah berkontribusi sebesar 9% dalam membentuk perekonomian Indonesia.

Sayangnya, belanja pemerintah di kuartal III-2019 agaknya seret. Melansir APBN KITA yang dipublikasikan oleh Kementerian Keuangan, pada bulan Juli dan Agustus 2019 total belanja negara adalah senilai Rp 354 triliun atau turun 1,55% jika dibandingkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya. Untuk diketahui, data untuk periode September 2019 belum dipublikasikan.

Pada Juli dan Agustus 2018, belanja negara yang senilai Rp 359 triliun mengimplikasikan pertumbuhan hingga 17,85% jika dibandingkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya.

Dengan belanja pemerintah yang seret pada dua bulan pertama di kuartal III-2019, rasanya sulit untuk mengharapkan sumbangan yang besar dari pos ini terhadap pertumbuhan ekonomi periode kuartal III-2019.

Dari tiga pos utama yang membentuk perekonomian Indonesia yakni konsumsi rumah tangga, investasi, dan belanja pemerintah, semuanya berpotensi besar untuk membukukan pertumbuhan yang mengecewakan.

Tampaknya, memang pelaku pasar keuangan tanah air harus mempersiapkan diri dengan sangat baik. Ada potensi yang besar bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk periode kuartal III-2019 akan melorot ke bawah level 5% dan memantik aksi jual dengan intensitas yang besar di pasar saham.

Sumber : CNBC Indonesia


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only