Insentif Fiskal bagi Pelaku Ekonomi Kreatif, Perlukah Dibuat Aturan Turunan UU?

JAKARTA, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengklaim tengah menggodok aturan insentif fiskal bagi pelaku industri kreatif sebagai beleid turunan dari UU No.24/2019 tentang Ekonomi Kreatif.

Namun, pihak Kementerian Keuangan mengatakan pemberian insentif itu sudah diatur dalam undang-undang pajak dan aturan turunannya.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnnutama Kusubandio mengatakan pihaknya akan membahas pemberian insentif tersebut bersama dengan Kemenkeu  dalam waktu dekat. Pasalnya, semenjak dilantik menjadi Menteri, dia mengaku banyak hal yang harus dilakukan olehnya.

“Ya [aturan turunan] itu masih proses akan  kami follow up dan bicarakan dengan Kemenkeu,” kata Wishnutama belum lama ini.

Sementara itu, Direktur Peraturan Perpajakan II, Ditjen Pajak Kemenkeu Yunirwansyah mengatakan pemberian insentif pajak sudah diatur dalam undang-undang perpajakan dan aturan turunannya.

“Insentif untuk ekraf adalah fasilitas yang sudah diatur dalam undang-undang pajak dan aturan pelaksanaannya. Sehingga, kalau UU pajak sudah mengatur soal fasilitas, maka fasilitas tersebut juga dapat dinikmati oleh pelaku ekraf jika memenuhi syarat,” katanya kepada Bisnis.com, akhir pekan lalu.

Dengan demikian, dia menilai Kemenparekraf tinggal mengimplementasikan apa yang diatur dalam beleid tersebut tanpa harus membuat aturan turunan dari UU Ekraf.

Sementara itu, sebagai salah satu dari sektor industri kreatif, Ketua Gabungan Pengusaha Bioskop Se-Indonesia Djonny Syafruddin mengatakan insentif fiskal memang diperlukan. Namun, yang paling urgent adalah tarif pajak yang sama di setiap daerah.

Djonny mengatakan, selama ini tarif pajak di setiap daerah cenderung berbeda-beda. Ini karena pengenaan pajak bioskop adalah kewenangan pemerintah daerah yang menjadi pemasukan daerah atau PAD.

Masak objeknya sama tetapi tarifnya beda.Di Jawa Tengah misalnya itu pajak bioskop 10%, Bandung 10%, Ambon 20%, Medan 25%, itu kan gak betul padahal objeknya sama. Idealnya disamaakan tarif pajaknya,” jelas Djonny.

Selain tarif yang sama, dia juga minta ada pengembalian pajak. Selama ini, pengembalian pajak hanya diberlakukan untuk produser film.

“Dari zaman dahulu, sudah ada pengembalian pajak, jadi produser film dapat, bioskop juga dapat. Namun, sekarang hanya produser yang dapat, itu kan tidak adil.”

Sumber : bisnis.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only