Mengejar Pajak di Akhir Tahun

Pemeritah harus mengejar kekurangan target setoran pajak tahun ini sebesar Rp 544,82 triliun dalam dua bulan.

Jakarta, Pertumbuhan penerimaan pajak sepanjang Januari-Oktober 2019 cenderung melambat. Namun, pertumbuhan Oktober jauh lebih baik dari pertumbuhan penerimaan Agustus dan September.

Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro (PKEM) Badan Kebijakan Fiskal (Kemkeu) Hidayat Amir menyatakan, sampai dengan akhir Oktober 2019, penerimaan pajak setidaknya tumbuh 1,6% dibandingkan dengan realisasi periode sama tahun 2018.

“Penerimaan pajak tumbuh sekitar 1,6% pada Oktober 2019, lebih baik daripada bulan sebelumnya. Hal ini karena restitusi pajak tumbuh melambat,” kata Hidayat saat ditemui di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo), Jakarta, Jumat (15/11) pekan lalu.

Berdasarkan informasi yang diperoleh KONTAN, realisasi penerimaan pajak Januari-Oktober 2019 mencapai Rp 1.032,78 triliun, tumbuh 1,6% ketimbang periode sama 2018 yakni Rp 1.016,52 triliun.

Tren pertumbuhan penerimaan pajak ini sejatinya sempat mengkhawatirkan dalam dua bulan sebelumnya. Apalagi, pertumbuhan secara tahunan atau year on year (yoy) yang hanya 1,6% sangat jauh bila dibandingkan pertumbuhan Oktober 2017-Oktober 2018 yang mencapai 17,41%.

Hidayat menyampaikan, salah satu penyebab pertumbuhan restitusi pajak sampai Oktober 2019 tumbuh tipis adalah karena sudah memasuki masa normalisasi. Dia menyebut pengembalian pajak pada periode itu tumbuh 11%-12% turun hampir setengah dari realisasi pada Agustus 2019 sebesar 32%.

Sebagai catatan, kententu percepatan restitusi tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak mulai membuat penerimaan pajak berjalan normal.

Penerimaan pajak Oktober 2019 hanya tumbuh 1,65 year on year (yoy).

Selain itu, perluasan restitusi bagi industri farmasi saat ini juga sudah menurun. Beleid perluasan itu tertuang dalam PMK Nomor 117/PMK.03/2019 tentang Perubahan atas PMK 39/2018.

“Awal tahun sempat 72%, kemudian turun 32%, seharusnyaJuli lalu restitusi pajak sudah kembali normal. Tapi karena ada perluasan basis sektor percepatan restitusi jadi belum pulih sampai Agustus-September,” ujar Hidayat.

Karena itu, Hidayat masih optimistis restitusi pajak akan sepenuhnya berjalan normal pada 2020 mendatang. Alhasil, penerimaan pajak tahun depan bisa moncer lagi.

Ada kenaikan dari PPN

Dari sisi sektor penerimaan pajak, Hidayat menyampaikan bahwa sektor pertambangan masih mengalami perlambatan. Dia mengambil contoh kinerja PT Freeport Indonesia (PT FI) sudah menurunkan lantaran mekanisme penambangan yang dilakukan saat ini mengubah batas lapisan tanah semakin ke bawah tanah. Dus, volume penambangan perusahaan itu kemungkinan akan lebih sedikit dibandingkan dengan sebelumnya.

Direktur Potensi, Kepatuhan, Penerimaan Pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemkeu Yon Arsal menambahkan, sejatinya, sepanjang Januari-Oktober 2019, DJP mampu menembus pencapaian tahun lalu dengan rata-rata pertumbuhan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 14,87%, dengan kontribusi pertumbuhan PPN Orang Pribadi (OP)21% dan PPN Dalam Negeri tumbuh 8,94%.

Menurut Yon, sumbangsih penerimaan PPN paling banyak berasal dari sektor industri pengelolahan dan perdagangan, yakni industri konsumsi. “Kedua sektor itu memang paling banyak sumbangsih, termasuk juga pembayaran Pajak Penghasilan (PPh), secara keseluruhan keduanya beda tipis,” kata Yon.

Asal tahu saja, Kemenkeu terakhir kali menyampaikan realisasi penerimaan pajak lewat APBN Agustus. Setelah itu, pencapaian September-Oktober tak kunjung dipublikasikan. Realisasi pajak terakhir sempat terungkap mencapai Rp 912 triliun pada 7 Oktober 2019 lalu.

Tahun 2019 ini, pemerintah menargetkan penerimaan pajak Rp 1.577,6 triliun. Dengan realisasi Oktober yang mencapai Rp 1.032,78 triliun, itu baru 65,46% dari target. Dalam sisa waktu dua bulan, pemerintah harus mengejar target penerimaan pajak sebesar Rp 544,82 triliun. Asumsinya, bila peneriman per bulan Rp 200 triliun, kekurangan (shortfall) di akhir tahun lebih dari Rp 140 triliun.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only