Total Restitusi Pajak Capai Rp 133 Triliun

Jakarta, Target penerimaan pajak tahun ini berpeluang meleset lagi. Salah satu penyebabnya adalah pengembalian pajak mencapai Rp 133 triliun sepanjang Januari-Oktober 2019 atau naik 12,4% dari periode serupa tahun lalu.

Perinciannya adalah yang berasal dari pemeriksaan sebesar Rp 81 triliun, upaya hukum lewat keputusan pengadilan Rp 22,5 triliun, dan restitusi yang dipercepat sebanyak Rp 29 triliun. “Dibulatkan menjadi Rp 133 triliun,” kata Suryo Utomo, Direktur Jenderal Pajak, saat paparan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) per Oktober 2019, Senin (18/11).

Apabila restitusi pajak tidak masuk hitungan, penerimaan pajak sampai akhir Oktober tumbuh 2,9% yoy. Jika masuk, penerimaan bruto Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 Badan dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam Negeri cuma tumbuh 0,97% yoy.

Khusus untuk percepatan restitusi, Dirjen Pajak berharap fasilitas tersebut bisa di manfaatkan wajib pajak untuk memperbaiki arus kas korporasi yang memanfaatkan insentif tersebut. Apalagi Kementerian Keuangan baru-baru ini sudah mengeluarkan aturan restitusi pajak bagi perdagangan besar farmasi dan distribusi alat kesehatan yang tertuang dalam PMK Nomor 117/PMK.03/2019.

Bagi korporasi orientasi ekspor tidak perlu pemeriksaan lagi, tapi cukup memvalidasi data wajib pajak bersangkutan. Untuk restitusi normal, Dirjen Pajak perlu memvalidasi data wajib pajak.

Sedangkan restitusi pajak dari kekalahan Dirjen Pajak di pengadilan pajak dan Mahkamah Agung di periode tersebut mencapai Rp 22 triliun. “Ini hak dan kewajiban wajib pajak, monggo kalau ada yang kurang pas,” ujarnya.

Dengan hasil tersebut, pemerintah memprediksi shortfall pajak sampai dengan akhir tahun bisa lebih dari Rp 140 triliun. Dari laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 penerimaan pajak sampai akhir Oktober 2019 sebesar Rp 1.018,47 triliun. Secara tahunana, cuma tumbuh 0,23% dari tahun lalu.

Untuk mengatasi kekurangan tersebut, di dua bulan terakhir ini, pemerintah berupaya memaksimalkan basis pajak yang belum tergarap secara optimal. Dengan memanfaatkan data dan informasi yang ada lewat intensifikasi serta ekstensifikasi.

Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam menyarankan Dirjen Pajak berupaya lebih keras mengejar target pajak. Misalnya dengan optimalisasi data automatic exchange of information (AEoI).

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo berharap Dirjen Pajak membuat pedoman aturan baku untuk meminimalisir kekalahan sengketa pajak. “Masalah di penafsiran aturan,” tuturnya.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only