Jakarta, Penerimaan pajak tercatat masih jauh dari target akhir tahun. Namun, pemerintah punya harapan baru, yaitu dari kinerja penerimaan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 atau pajak karyawan dan PPh badan atau korporasi.
Kementerian Keuangan (Kemkeu) mencatat, realisasi PPh Pasal 21 sepanjang kuartal III 2019 turun 0,82% year on year (yoy), tapi tumbuh 10,42% yoy di Oktober 2019. Begitu juga dengan PPh badan usaha turun 12,68% yoy pada periode tersebut, dan tumbuh 8,45% di akhir Oktober.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, turunnya penerimaan PPh Pasal 21 pada kuartal III-2019 karena tingkat penyerapan tenaga kerja melambat. Sedangkan di Oktober 2019, terdapat pembayaran bonus beberapa wajib pajak.
Adapun kenaikan penerimaan PPh badan pada Oktober, didorong oleh berkurangnya restitusi pajak. Selain itu, pembayaran PPh Masa sektor jasa keuangan dan asuransi tercatat meningkat. Ada juga pembayaran Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) sebanyak 39,93%.
Menkeu optimis, bulan Oktober 2019 menjadi titik balik penerimaan PPh karyawan dan PPh badan. Sehingga, ini akan menjadi salah satu tumpuan penerimaan pajak hingga akhir tahun.
Direktur penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktur Jenderal Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan, petugas pajak akan mengandalkan sistem compliance risk management (CRM) sebagai upaya untuk kegiatan ekstensifikasi, pengawasan, pemeriksaan, dan penagihan kepada wajib pajak.
Lewat sistem ini, pajak bisa memetakan penunggak pajak berdasarkan risiko ketertagihan dengan memanfaatkan Ditjen Pajak bisa menyusun daftar sasaran prioritas penggalian potensi wajib pajak secara spesifik. “CRM merupakan upaya optimalisasi penerimaan PPh, khususnya PPh 25/29,” kata Yoga.
Pengamat Pajak Dannya Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji memperkirakan, PPh karyawan dan badan bisa meningkat. Namun, kontribusinya terhadap penerimaan pajak, tidak banyak.
Sebab itu, Danny menilai pemerintah perlu mengoptimalkan data Automatic Exchange of Infrormation (AEoI). Selain itu perlu terobosan baru dengan, menerbitkan aturan tentang kewajiban rekapitulasi data untuk sektor perdagangan elektronik.
Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Tax Center Ajib Hamdani menambahkan, pemerintah bisa mengejar tunggakan pajak korporasi yang menjadi beban negara selama ini. Pemerintah bisa menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) atau Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal (Dirjen Pajak) Pajak.
Sumber : Harian Kontan
Leave a Reply