Ratusan Perda Pajak dan Hambat Investasi

KPPOD masih menemukan 347 peraturan daerah yang bermasalah dan menghambat investasi

Jakarta, Peraturan daerah (perda) yang berlaku saat ini, masih banyak bermasalah. Bahkan sebagian besar perda itu masuk kategori menghambat masuknya investasi.

Itulah temuan Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) yang mengkaji terhadap 1.109 perda. Hasilnya, sebanyak 347 perda masuk kategori bermasalah, terutama berkaitan dengan perda pajak daerah dan retribusi daerah.

Catatan KPPOD, terdapat 235 perda yang bermasalah atau sebesar 67%, terkait dengan pajak dan retribusi daerah. Berikutnya, sebanyak 63 perda yang bermasalah terkait dengan perizinan. Ada juga tujuh perda bermasalah terkait dengan ketenagakerjaan, serta 42 perda terkait dengan urusan lain-lain.

Direktur Eksekutif KPPOD Robert Endi Jaweng menilai, munculnya permasalahan ini tidak terlepas dari banyaknya peraturan pada level pusat mulai dari Undang-Undang hingga Peraturan Menteri (Permen), serta regulasi turunnya hingga regulasi sektoral yang saling bertentangan. “Ini berdampak negatif bagi investasi dan pertumbuhan ekonomi daerah,” kata Robert, Rabu (20/11).

Selain itu, ada faktor lain yang ditengarai sebagai sebab bermasalahnya perda investasi dan kegiatan berusaha. Pertama, karena proses pembentukan perda yang minim partisipasi publik. Hal ini juga disebabkan karena kurang adanya sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah, sehingga perda yang ada terkesan tiba-tiba.

Kedua, dari segi muatan regulasi, KPPOD masih menemukan permasalahan pada aspek yudiris, subtansi, dan prinsip yang dapat menimbulkan dampak negatif pada ekonomi. “Contohnya biaya produksi atau biaya keamanan yang naik, sehingga akhirnya perusahaan pindah ke daerah lain,” tambahnya.

Ketiga, penanganan perda oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) belum optimal karena tidak ada kelengkapan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat untuk menyusun perda.

Keempat, kurang harmonisnya lingkungan kebijakan yang menyangkut konflik kepentingan legislatif dengan eksekutif sehingga sering membuat rumusan perda tidak komprehensif dan tidak menyasar kepada kebutuhan masyarakat di daerah.

Kesulitan memahami

Oleh sebab itu, KPPOD, mengimbau agar pemerintah segera bertindak. Saran KPPOD, pertama, mecabut berbagai perda bermasalah. Salah satunya, misalnya, melalui omnibus law Cipta Lapangan Kerja yang menjadi sapu jagat sejumlah aturan bermasalah.

Kedua, menerapkan one in one out policy. Jadi, bila ada pencabutan yang bersamaan harus segera menerbitkan regulasi pengganti agar tidak terjadi ketimpangan. Ketiga, membentuk badan regulasi nasional. Keempat, melembagakan penggunaan kelengkapan analisis regulasi dalam penyusunan dan evaluasi regulasi.

Selain itu, KPPOD mengimbau agar pemerintah daerah memperbaiki ekosistem kerja dan komitmen politik para pembentuk perda. Yang juga penting adalah meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM) aparatur berdasarkan sistem merit.

Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik mengakui, selama ini pihaknya kesulitan dan memiliki keterbatasan memahami regulasi sektor tertentu. Oleh sebab itu, pihaknya berharap kementerian dan lembaga (K/L) mau turut hadir dalam setiap kegiatan pembinaan atas produk hukum daerah.

Akmal menambahkan, Kemdagri akan mengevaluasi perda penghambatan investasi setelah pemerintah pusat menyepakati Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only