Pertumbuhan Ekonomi

Belakang, diskusi tentang pertumbuhan ekonomi menghangat. Sejatinya, ini siklus rutim. Menjelang tutup buku, kinerja pemerintah dalam mengelola roda ekonomi memang mulai dinilai. Disaat yang sama, pemerintah juga mulai mengumumkan target pertumbuhan ekonomi tahun depan.

Nah, pencapaian 2019 maupun target 2020 sama-sama memperoleh sorotan dari pengamat. Khusus untuk tahun ini dan tahun depan, sorotan semakin tajam karena kondisi ekonomi memang tidak mudah.

Beberapa waktu lalu, diskusi tentang pencapaian pertumbuhan ekonomi hingga kuartal III 2019 memanas. Sebagai pengamat meragukan angka pertumbuhan ekonomi sebesar 5,02% yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Melihat dampak perang dagang Amerika-China yang menggerus pertumbuhan ekonomi banyak negara, para pengamat bilang, mestinya, angka pertumbuhan ekonomi Indonesia di bawah 5%.

Yang terbaru, target pertumbuhan ekonomi 2020 pemerintah sebesar 5,3% juga menjadi sorotan. Pasalnya, hampir semua lembaga internasional terkemuka seperti Asian Development Bank, OECD, Bank Dunia, IMF, Fitch Ratings, hingga Moody’s memasang prediksi di bawah pemerintah. Maksimal, mereka hanya berani memasang proyeksi 5,2%. Bahkan, JP Morgan dan Moody’s memasang prediksi di bawah 5%.

Jangan menganggap sepele selisih angka yang tampak kecil itu. Untuk ekonomi Indonesia yang berukuran jumbo, selisih pertumbuhan ekonomi sekian persen bisa bernilai puluhan atau bahkan ratusan triliun. Sebagai gambaran, tahun 2018, nilai ekonomi Indonesia yang tercermin dalam angka Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai Rp 14.837 triliun. Artinya, setiap 1% pertumbuhan ekonomi 2019 setara nilai kegiatan ekonomi sekitar Rp 148 triliun.

Apakah pemerintah terlalu optimistis ? Orang bilang, sebaiknya, sebuah target cukup menantang, tetapi sekaligus realistis. Tampaknya, pemerintah menganggap pertumbuhan ekonomi 5,3% adalah angka yang memenuhi dua kriteria tersebut. Nah, sekarang tinggal bagaimana pemerintah mengatur strategi dan merancang ikhtiar untuk mencapai target yang menantang itu.

Yang tak kalah penting, Presiden Joko Widodo dan kabinetnya juga harus menyiapkan manajemen risiko (risk management) untuk mengantisipasi jika skenario ekonomi yang disusun meleset. Hukum besi ekonomi mengatakan, mesin ekonomi hanya bisa bergerak maju jika tersedia dana yang cukup sebagai bahan bakarnya.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only