Jakarta. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat: laju inflasi November 2019 sebesar 0,14%. Rendahnya inflasi November 2019 semaki membuka peluang inflasi akhir tahun ini bisa mendekati kisaran titik tengah dan lebih rendah dari target sasaran inflasi.
Dari hasil pemantauan BPS di 82 kota, sebanyak 57 kota di antaranya mencatatkan inflasi. Sedangkan 25 kota sisa nya mengalami deflasi. Dengan rendahnya tingkat inflasi tahun kalender atau sepanjang Januari-November 2019 sebesar 2,37%. Sementara tingkat inflasi tahun ke tahun per November 2019 tercatat sebesar 3% year on year (yoy).
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, inflasi bulan November disebabkan oleh kelompok bahan makanan. Kelompok ini memberikan andil sebesar 0,07% dengan tingkat inflasi mencapai 0,37%.
Pada kelompok bahan makanan, komoditas yang menyumbang inflasi, antara lain: bawang merah dengan andil inflasi sebesar 0,07% tomat sayur 0,05%, daging ayam ras 0,03%, dan telur ayam ras 0,01%, dan juga beberapa sayur-sayuran dan buah-buahan yang masing-masing punya andil inflasi sebesar 0,01%.
Namun, BPS juga mencatat sejumlah komoditas yang menghambat laju inflasi alias mengalami deflasi. Yaitu, cabai merah dengan andil inflasi 0,08% serta ikan segar dan cabai rawit dengan andil inflasi masing-masing sebesar 0,02%.
Tak hanya itu, BPS juga mencatat kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan justru mengalami deflasi 0,07% dengan andil sebesar 0,01%. Utamanya, karena turunnya tarif angkutan udara dengan andil sebesar 0,02%.
“Karena bukan peak season. Penurunan harga terjadi di 32 kota IHK (Indeks Harga Konsumen). Di Mamuju harga juga turun sampai 11% itu yang menyebabkan kelompok ini deflasi,” kata Suhariyanto, Senin (2/12).
Sementara laju inflasi inti November tercatat 0,11% lebih rendah dari bulan Oktober 2019. Inflasi inti tersebut bahkan lebih rendah dibandingkan dengan bulan November dua tahun sebelumnya. Secara tahunan, inflasi inti November 2019 tercatat 3,08% yoy.
Suhariyanto optimistis, inflasi akhir 2019 akan ada di level yang rendah. Namun, pihaknya mewaspadai dampak kenaikan tarif listrik pada awal tahun 2020 mendatang, mengingat kontribusinya terhadap inflasi sangat besar. Kenaikan itu berlaku untuk pelanggan rumah tangga mampu (RTM) dengan kapasitas 900 volt ampere (VA).
Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro memperkirakan, inflasi Desember akan naik sejalan dengan musiman Natal dan tahun baru. Namun, inflasi akhir tahun diperkirakan akan berada di titik tengah target 2,5%-4,5%.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan, kenaikan tarif cukai rokok dan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan juga perlu diwaspadai. Ia memperkirakan, tiga tarif tersebut bakal mendorong inflasi tahun depan lebih tinggi. “Namun inflasi 2020 tetap berada di rentang target inflasi BI sebesar 3% plus minus 1%,” kata Josua.
Sumber : Harian Kontan
Leave a Reply