Beragam Pajak Bidik Pengusaha di Mal

Sudah mafhum bagi kita, sumber pendapatan terbesar di Indonesia berasal dari pajak penduduknya. Nah, mereka yang membayar pajak terbesar adalah pelaku usaha yang kasat mata, mulai dari usaha manufaktur, properti, pertambangan, termasuk sektor perdagangan di pusat perbelanjaan termasuk pengelola pusat belanjanya. Semuanya berkontribusi ke pendapatan pajak negara.

Khusus untuk pengelola pusat belanja, pajak yang wajib mereka bayarkan salah satunya adalah PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) yang naik setiap tahun. “Imbas kenaikan tarif PBB sampai dengan kenaikan upah minimum provinsi adalah ke tarif sewa,” kata Stefanus Ridwan, Katua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia.

Adapun tarif sewa dibebankan kepada penyewa, plus dengan pajaknya. Penyewa ruang usaha di pusat belanja itu juga mesti mengeluarkan pajak penghasilan final (PPh), pajak reklame, sampai dengan pajak poster menu di dalam tokonya. “Bahkan gambar menu nasi goreng di dalam mal, yang kami pajang di dalam gerai saja dikenakan pajak oleh daerah,” kata Budihardjo Iduansjah, Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO) kepada Kontan.

Banyak ragam jenis pajak dan pungutan itu membuat biaya operasional para tenant di pusat belanja, termasuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), semakin tinggi. Kondisi ini membuat penyewa ruang usaha menguras keringat agar tetap mendapat margin, salah satunya dengan cara menaikkan harga jual produk dan jasanya.

Yang jelas, semakin tinggi beban operasional termasuk dari beban pajak dan yang ditanggung penyewa, maka akan semakin tinggi potensi kenaikan harga dan jasa yang ditawarkan pelaku usaha di dalam pusat perbelanjaan. Sementara, kanaikan harga berisiko ditinggalkan konsumen. “Beragam jenis pajak di pusat belanja itu mesti dipertimbangkan lagi, jika pajaknya nanik terus, pusat perbelanjaan akan ditinggal tenant dan pengunjung,” kata Stephanus.

Padahal, kata Stephanus, pengelola pusat belanja dan penyewa tertib membayar pajak ketimbang pedagang online yang berjualan di market place. Dari sisi penerimaan pajak, Stephanus percaya, mereka lebih banyak menyumbangkan pendapatan ke negara. “Jangan jadikan kami seperti sapi perah terus, kita dalam kondisi kurus karena mal sepi, daya beli turun, e-commerce marak,” keluhnya.

Sumber : Tabloid Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only