Shortfall penerimaan pajak diprediksi bisa lebih dari Rp 200 triliun

JAKARTA. Penerimaan pajak pada 2019 ini diproyeksi semakin jauh dari target. Bahkan proyeksi pemerintah, shortfall penerimaan pajak 2019 bisa mencapai Rp 140 triliun hingga Rp 200 triliun.

Namun sejumlah pengamat pajak memprediksi penerimaan pajak tahun ini akan menghadapi balada super shortfall atau bisa kekurangan penerimaan pajak di atas Rp 200 triliun dari target.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, pekan depan efektif hari kerja tinggal satu hari. Sehingga mustahil bila penerimaan pajak bisa bertambah Rp 300 triliun atau bahkan masih sulit mendekati target penerimaan pajak tahun lalu.

Sementara proyeksi Prastowo level terendah shortfall pajak tahun ini sebesar Rp 236,7 triliun. “Perencanaan tidak kredibel, kalau meleset lebih dari Rp 100 triliun pada outlook namanya bukan shortfall lagi, tapi super shortfall,” kata Prastowo kepada Kontan.co.id, Jumat (27/12).

Sejalan, Pengamat Pajak Danny Darussalan Tax Center (DDTC) Darussalam mengatakan shortfall pajak tahun 2019 sebesar Rp 259 triliun. Kondisi penerimaan pajak yang jauh dari ekspektasi lantaran tidak adanya kebijakan pajak yang signifikan dilakukan dalam semester I-2019 untuk menggali potensi pajak.

Oleh karena itu, menurutnya saat ini upaya ektra effort dalam rangka ekstensifikasi sudah tidak mungkin dilaksanakan. Otoritas pajak dinilai hanya bisa mengandalkan sumber penerimaan yang sifatnya siklus rutin saja.

“Inilah fakta yang memang harus diterima oleh pemerintah terkait dengan penerimaan pajak. Jadi, lebih baik tenaga, pikiran, dan waktu yg tersisa digunakan untuk strategi 2020,” kata Darussalam kepada Kontan.co.id, Jumat (27/12).

Tentu, fakta realisasi penerimaan pajak 2019 ini dijadikan renungan utk menuju tahun 2020. Apakah dengan merumuskan kembali target pajak 2020 untuj lebih realitis lagi dan/atau merumuskan kebijakan pajak untuk memperluas basis pajak yang terdiri dari subjek pajak dan objek pajak baru.

Darussalam menambahkan pemerintah harus tetap fokus pada reformasi pajak yang sedang berlangsung meliputi reformasi atas organisasi, prosed bisnis, sumber daya manusia, data dan informasi, serta revisi Undang-Undang (UU) Pajak.

Kata Darussalam bila pemerintah hanya memiliki senjata Rancangan Undang-Undang (RUU) Fasilitas Perpajakan untuk Pengutan Ekonomi atawa Omnibus Law Perpajakan saja akan sulih menggerek penerimaan pajak di tahun-tahun selanjutnya.

Sehingga, pemerintah juga harus segera menyiapkan Revisi Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), RUU PPh, dan RUU PPN sebagai strategi pencapaian penerimaan pajak dari sisi kebijakan dan aturan perpajakan.

“Substansi utamanya tetap di RUU KUP, RUU PPh, dan RUU PPN, tentu juga harus didukung oleh administrasi pajak yang handal,” kata Darussalam.

Sumber : Kontan.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only