Bakal Masuk UU ‘Sapu Jagat’, Pajak UMKM Perlu Direvisi

Jakarta, Tarif pajak penghasilan (PPh) UMKM yang sudah diturunkan menjadi 0,5% dari omzet dinilai perlu direvisi dan masuk dalam omnibus law. Tarif PPh final UMKM yang diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan ialah sebesar 0,5% atau diturunkan dari yang sebelumnya berada di angka 1%.

Penurunan tarif hanya berlaku pada pelaku UMKM beromzet maksimal Rp 4,8 miliar/tahun. Penerapan tarif PPh UMKM ini berlaku sejak 1 Juli 2018.

“Perlu direformulasi menurut saya, karena itu belum membedakan mana yang usaha mikro, kecil, dan menengah, sekarang kan semua sama,” ujar Direktur Eksekutif Center for Indonesian Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo ditemui di Gedung Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM), Jakarta, Senin (6/1/2020).

Yustinus menjelaskan usaha mikro berpenghasilan Rp 300 juta/tahun seharusnya dikenakan tarif pajak lebih kecil dari 0,5%, sedangkan usaha kecil berpenghasilan sampai Rp 1,8 miliar/ tahun barulah dikenakan pajak 0,5%, sedangkan usaha menengah berpenghasilan di atas keduanya, wajib dikenakan tarif pajak sebesar 1%.

“Jangan seperti sekarang, semua tarif disamakan, apalagi untuk usaha menengah karena mereka itu kan harus naik kelas, jadi wajar kalau dikenakan tarif pajak 1%,” paparnya.

Selain itu, tarif pajak penghasilan pekerja lepas pun dianggap perlu untuk dimasukkan dalam kategori UMKM. Selama ini, pekerja lepas berpenghasilan di atas Rp 4,5 juta/bulan dikenai pajak yang cukup besar yakni hingga sebesar 5%.

“Lalu jangan dibedakan seperti sekarang, yang boleh hanya yang kategori perdagangan atau industri, yang jasa atau pekerja lepas tidak masuk,” imbuhnya.

Untuk itu, Yustinus menyatakan sepakat atas usulan Kemenkop UKM yang ingin konsep undang-undang pajak UMKM dan UU pajak Perbankan dibedakan.

“Saya setuju dengan unintegrated concept. Konsep undang-undang pajak UMKM dan konsep undang-undangnya Bank kan berbeda, nah keduanya perlu definisi tunggal,” tambahnya.

Usulan-usulan reformasi aturan UMKM ini perlu dimasukkan dalam Omnibus Law agar UMKM dapat berdaya semaksimal mungkin.

“Saya kira ini kesempatan, jangan sampai Omnibus Law ini ada yang tercecer, meninggalkan pelaku yang seharusnya menjadi backbone perekonomian kita,” tutupnya.

Sumber: detik.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only