Ekstensifikasi Tutup Lubang Penerimaan

JAKARTA, Pemerintah akan memaksimalkan ekstensifikasi pajak untuk menutup lubang penerimaan yang semakin lebar akibat pemberian sejumlah insentif fiskal dalam Omnibus Law Perpajakan.

Dalam payung hukum ekstra tersebut, salah satu diskon pajak yang diberikan oleh pemerintah adalah pemangkasan Pajak Penghasilan (PPh) Badan dari 25% menjadi 22% pada 2021 dan diturunkan menjadi 20% pada 2022.

PPh Badan merupakan kontributor terbesar dalam penerimaan PPh. Pada pertengahan 2019, otoritas pajak menghitung potensi penerimaan yang hilang akibat diskon PPh Badan mencapai Rp87 triliun.

Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Direktorat Jenderal Pajak Yon Arsal mengatakan, ekstensifikasi yang dilakukan akan berfokus pada wajib pajak (WP) orang pribadi (OP) nonkar yawan.

“Memang klasik sih, tetap ekstensifikasi dan intensifikasi, tapi cara kerjanya diperbarui dengan data sekarang ini untuk mengexpand basis pajak itu,” ujar Yon, pekan lalu.

Dia optimistis, potensi pajak PPh Badan yang tertekan dapat ditambal dengan sumbangsih WP OP yakni PPh Pasal 21 dari WP OP karyawan, serta PPh OP dan PPh Final dari WP OP non karyawan.

Setoran pajak dari kedua jenis WP tersebut mampu bergerak secara countercyclical ketika perekonomian sedang melambat, berbeda dengan PPh Badan yang setorannya melambat seiring dengan geliat ekonomi.

Dia berharap dengan ekstensifikasi yang terus didorong, jumlah WP terdaftar bakal meningkat. Yon mengatakan masih ada ruang yang cukup besar bagi Ditjen Pajak untuk meningkatkan jumlah WP terdaftar melalui ekstensifikasi.

Kendati demikian, data Ditjen Pajak menunjukkan bahwa penambahan basis pajak WP OP non karyawan melalui ekstensifikasi tidak secara otomatis diikuti oleh kepatuhan dalam pelaporan SPT.

Otoritas Pajak mencatat, WP OP non karyawan yang telah terdaftar pada suatu tahun berjalan masih banyak yang tidak membayar pada tahun selanjutnya.

Secara nominal, ekstensifikasi yang dilakukan juga tidak menghasilkan penerimaan pajak yang tinggi. Tercatat, penerimaan negara hasil ekstensifikasi pada 2018 hanya Rp27,11 triliun, atau 2% dari penerimaan pajak 2018.

Partner DDTC Fiscal Research Bawono Kristiaji mengatakan, pemerintah perlu mempertimbangkan pengenaan pajak atas kekayaan bersih dalam rangka mengoptimalkan penerimaan.

Selain mengenakan pajak atas orang kaya, katanya, pemerintah juga bisa mempertimbangkan untuk mengenakan pajak atas warisan. Pajak warisan bisa dikenakan sekali yakni ketika WP menerima harta yang diwariskan.

Menurutnya, terdapat landasan yang kuat untuk mengenakan pajak atas kekayaan bersih dan pajak warisan tersebut. “Umumnya pajak ini bisa dijustifikasi ketika pemungutan PPh OP di suatu negara belum optimal sehingga atas penghasilan yang belum optimal dipajaki tersebut diakumulasikan pada kekayaan,” ujar Bawono, Minggu.

Sumber : Harian Bisnis Indonesia

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only