Kewenangan Insentif Beralih ke BKPM

JAKARTA, Kewenangan memutuskan memberikan tax holiday dan tax allowance akan berpindah dari Kementerian Keuangan kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) meskipun Omnibus Law tidak merevisi ketentuan teknis terkait pemberian insentif fiskal.

Pelaksana Tugas Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal BKPM Yuliot mengatakan proses koordinasi terkait pendelegasian kewenangan pemberian insentif fiskal dari Kemenkeu kepada BKPM sedang dilakukan.

Menurutnya, pembuatan norma, standard, prosedur, dan kriteria (NSPK) yang diamanatkan oleh Instruksi Presiden No. 7/2019 saat ini disusun. Pemberian insentif fiskal, seperti tax holiday, nantinya tidak lagi perlu melalui proses penyampaian pe rsya- ratan kepada Kemenkeu.

Dalam sistem permohonan tax holiday yang ada sekarang, permohonan yang sudah dipenuhi melalui online single submission (OSS) masih perlu disampaikan ke Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak. Pemberian tax holiday diputuskan oleh Direktur Jenderal Pajak yang telah menerima pelimpahan kewenangan atas nama Menteri Keuangan.

Lebih lanjut, Yuliot mengatakan pendelegasian kewe nangan pemberian insenstif fiskal ini cukup didelegasikan melalui peraturan menteri keuangan (PMK).

“Saat ini PMK-nya masih berproses. Mudah-mudahan Februari sudah selesai prosesnya,” ujar Yuliot, Senin (27/1).

Melalui pendelegasian ini, diharapkan pemberian insentif fiskal tidak perlu lagi melalui proses yang panjang dan melibatkan lebih dari satu lembaga sebagaimana terjadi saat ini.

“Jadi, semangatnya dalam Inpres No. 7/2019 seperti itu, seluruh keputusan pemberian fasilitas diberikan oleh BKPM,” ujar Yuliot.

Merujuk pada bahan pemaparan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), tiga jenis insentif fiskal yang akan dicantumkan dalam Omnibus Law mencakup tax holiday, super deduction, dan insentif PPh pada kawasan ekonomi khusus (KEK).

Pemberian tax holiday merujuk pada UU Penanaman Modal, sedangkan pemberian super deduction merujuk pada Peraturan Pemerintah No. 45/2019 dan tidak diatur dengan UU. Adapun, insentif pajak penghasilan (PPh) atas kawasan ekonomi khusus (KEK) diatur melalui UU tentang KEK.

Di satu sisi, Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Inpres No. 7/2019 yang memerintahkan setiap kementerian dan lembaga mendelegasikan kewenangan pemberian fasilitas investasi. BKPM selaku penerima delegasi pun diminta untuk menyusun NSPK pemerian fasilitas investasi.

HANYA HARMONISASI

Sementara itu, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan fungsi pencantuman insentif fiskal dalam Omnibus Law hanyalah untuk mengharmonisasikan peraturan perundang-undangan ke dalam satu payung hukum sehingga lebih baik dan jelas.

Terkait dengan kewenangan pemberian insentif, Yoga hanya mengatakan hal tersebut sudah diatur dalam ketentuan teknis dari masing-masing insentif fiskal yang dimaksud. “

Omnibus Law Perpajakan ini hanya memayungi saja, tidak ada substansi teknis atau perubahan dari ketentuan-ketentuan teknis yang saat ini ada dan telah berlaku.” ujar Yoga.

Di lain pihak, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan pendelegasian kewenangan akan membuat pemberian insentif fiskal lebih efektif dibandingkan dengan sebelumnya.

Meskipun demikian, kewenangan penuh BKPM dalam pemberian fasilitas fiskal berpotensi menghilangkan check and balance yang saat ini berjalan antara BKPM dengan Kemenkeu.

Menurutnya, pemberian insentif fiskal tetap memerlukan keterlibatan dari Kemenkeu karena pemberian fasilitas tersebut memiliki keterkaitan yang luas dan juga memiliki dampak fiskal.

Oleh karena itu, NSPK baru atas pemberian insentif fiskal yang disusun perlu memperjelas kriteria dan syarat pemberian insentif agar tidak salah sasaran dan dapat memberikan dampak terhadap perekonomian. Salah satu poin dari tax holiday yang menurut Prastowo perlu dievaluasi adalah Pasal 5 PMK No. 150/2018 terkait tax holiday yang masih berlaku.

Pasal 5 menyebutkan wajib pajak (WP) dapat mengajukan permohonan tax holiday atas industri yang belum tercakup dalam 18 industri pionir yang diatur oleh pemerintah. Untuk memberikan tax holiday atas industri di luar 18 industri pionir ini, perlu diadakan pembahasan antarkementerian yang salah satunya melibatkan Kemenkeu. Pada akhirnya, Kemenkeu yang memiliki kewenangan untuk memutuskan apakah industri tersebut bisa mendapatkan tax holiday atau tidak.

“Ketentuan ini masih-masih abu-abu dan subjektif, lebih baik dibuat positive list saja,” ujar Prastowo.

Pada perkembangan lain, Staf Ahli Bidang Hubungan Ekonomi dan Politik, Hukum dan Keamanan Kemenko Perekonomian Elen Setiadi mengatakan daftar prioritas (priority list) yang tengah digarap pemerintah dalam Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja mengutamakan sektor-sektor yang telah diberikan insentif fiskal.

Elen mengatakan, untuk menentukan bidang usaha yang masuk dalam daftar prioritas, pihaknya mengacu pada sektor yang telah mendapat insentif fiskal, seperti tax holiday.

Sumber : Harian Bisnis Indonesia

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only