Sri Mulyani Lapor DPR Realisasi APBN 2019, Global Disalahkan

Jakarta, Menteri Keuangan Sri Mulyani hari ini melakukan rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI. Dalam raker ini, Sri Mulyani melaporkan kinerja APBN 2019 dan outlook perekonomian 2020.

Rapat ini dipimpin oleh Ketua Komisi XI Dito Ganinduto dan dihadiri juga oleh Jajaran Kementerian Keuangan seperti Wamenkeu Suahasil Nazara, Dirjen Pajak Suryo Utomo, Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi, Dirjen Perbendaharaan Negara Andin Hadiyanto, Dirjen Kekayaan Negara Isa Rachmatarwata, Dirjen PPR Luky Alfirman, Dirjen Perimbangan Astera Prima serta Sekretaris Jenderal Hadiyanto.

Dalam paparan awal, Sri Mulyani memaparkan bahwa sepanjang 2019 Indonesia tidak lepas dari tekanan ekonomi global yang mengalami perlambatan. Perlambatan ini mempengaruhi turunnya perdagangan dan harga komoditas dunia di Tahun 2019 dan juga berdampak bagi semua negara berkembang.

“Faktor eksternal ini mempengaruhi penurunan ekspor-impor Indonesia di Tahun 2019. Kita juga liat di tahun 2020, kondisi eksternal masih akan penuh tantangan,” ujarnya di Komisi XI, Selasa (28/1/2020).

Kondisi ini dikatakan akan sangat mempengaruhi penerimaan negara karena pelaku usaha yang mengalami tekanan pula. Namun, dalam kondisi ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bisa tetap dijaga di kisaran 5%.

Bahkan inflasi tahun 2019 sebesar 2,72% terhadap PDB merupakan capaian terendah sepanjang 20 tahun terakhir. Kemudian nilai tukar rupiah cenderung menguat di tahun 2019 dan pada tahun 2020 diperkirakan di kisaran Rp14.400/US$.

Lebih rinci, ia menjelaskan pada 2019 ini, realisasi pendapatan negara mencapai Rp 1.957,2 triliun. Jika dibandingkan dengan capaian tahun 2018, realisasi pendapatan negara tahun 2019 tersebut tumbuh 0,7%.

Pendapatan negara tersebut terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.545,3 triliun, PNBP sebesar Rp 405 triliun dan hibah sebesar Rp 6,8 triliun.

Capaian penerimaan perpajakan tersebut tumbuh 1,7% dari realisasi di tahun 2018 sebagai dampak perlambatan ekonomi global pada kegiatan perekonomian nasional.

Selanjutnya, realisasi belanja negara mencapai Rp 2.310,2 triliun tumbuh 4,4% dari realisasinya di tahun 2018. Belanja ini terdiri dari belanja Pemerintah Pusat mencapai Rp 1.498,9 triliun atau tumbuh 3%.

Realisasi belanja pemerintah pusat tersebut meliputi Belanja K/L sebesar Rp 876,4 triliun. Realisasi belanja Non K/L sebesar Rp 622,6 triliun terdiri dari pembayaran bunga utang Rp 275,5 triliun dan subsidi sebesar Rp 201,8 triliun.

Realisasi anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) mencapai Rp 811,3 triliun, lebih tinggi 7,1% dari realisasi di tahun 2018.

Dengan pendapatan dan belanja negara ini maka ada defisit yang sampai dengan akhir tahun 2019 mencapai Rp 2,2% dari PDB. Realisasi ini lebih lebar dibandingkan rencana awalnya 1,84% dari PDB. Defisit ini mencapai sebesar Rp 353 triliun atau lebih tinggi dari target awal yang hanya Rp 296 triliun.

“Kami ingin katakan bahwa tahun 2019 bukan tahun mudah, pelemahan ekonomi global mulai merembes ke domestik. Namun, daya tahan ekonomi kita tetap remakable. 2019 countercyclical akan tetap dijaga. Kebijakan pajak akan memberikan dukungan berupa restitusi tata kelola diperbaiki dan inventif perpajakan. Belanja produktif untuk berikan bantalan baik di desa maupun masyarakat, pembiayaan dijaga hati-hati dan akuntable,” kata dia.

“2020 proyeksi positif akan terjaga meski perkembangan Januari tidak membuat happy terutama corona virus, geopolitik, politik AS, ini tetap harus diantisipasi spill over ke dalam negeri. Balance optimise tetapi tetap waspada. Space fiscal dan monitor tetap ada.”

Sumber : cnbcindonesia.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only