Malaysia batal gugat Uni Eropa atas CPO, ini alasan utamanya

BRUSSELS. Malaysia tidak lagi berencana untuk mengajukan gugatan di World Trade Organization (WTO) terkait pembatasan Uni Eropa tentang biofuel berbasis minyak kelapa sawit. Melansir Reuters, sebaliknya, Malaysia akan berusaha meyakinkan Eropa dengan mengubah cara perawatan tanaman tersebut dalam sebuah tinjauan yang dijadwalkan pada 2021.

Sekadar mengingatkan, Komisi Eropa menyimpulkan pada tahun lalu bahwa budidaya kelapa sawit Malaysia menghasilkan deforestasi yang berlebihan dan tidak diperhitungkan sebagai target energi terbarukan.

Sehingga, diesel berbasis minyak sawit tidak akan dianggap sebagai energi terbarukan dan penggunaannya dalam bahan bakar transportasi secara efektif akan dihapus dari tahun 2024.

Menteri Industri Primer Malaysia Teresa Kok mengatakan kepada Reuters pada Juli bahwa negara itu akan mengajukan gugatan ke WTO pada November. Indonesia sudah melakukannya pada bulan Desember, tetapi Malaysia belum.

“Kami memang memiliki niat ini, tetapi kami berpikir bahwa sebelum kami datang ke Eropa … kami tidak seharusnya mengajukan gugatan dengan tergesa-gesa,” kata Kok kepada Reuters di Brussels, Kamis. “Ini yang kami sampaikan kepada Indonesia juga.”

Kok, yang bertemu dengan komisioner energi Uni Eropa Kadri Simson pada hari Rabu, mengatakan minyak sawit Malaysia jauh lebih hijau daripada klaim para pengkritiknya.

Jumlah hutan di Malaysia tetap di atas 50%, kata pemerintah, dan hasil minyak kelapa sawit per hektar jauh melebihi minyak pesaing, seperti dari lobak atau kedelai.

Konsumsi minyak sawit oleh Uni Eropa dalam makanan terus menurun. Akan tetapi penggunaannya sebagai bahan bakar nabati meningkat. Tahun lalu, blok itu mengkonsumsi lebih dari 7 juta ton, di mana 65% di antaranya ditujukan untuk energi.

Indonesia dan Malaysia, yang memproduksi lebih dari 85% minyak sawit dunia, dan UE berencana untuk membahas masalah ini bersama-sama. Kok mengatakan dia ingin diskusi itu dipercepat.

Malaysia percaya akan menemukan pasar baru.

Namun, pembeli minyak kelapa sawit terbesar di dunia, India, bulan lalu meminta importir untuk menghindari pembelian dari Malaysia setelah negara tersebut melakukan kritik terhadap tindakan India di Kashmir dan undang-undang kewarganegaraan baru.

Kalyana Sundram, CEO agensi pemasaran Dewan Kelapa Sawit Malaysia, mengatakan ketidaksepakatan itu akan diselesaikan, tetapi pasar juga akan memainkan peran, menarik pembeli India kembali setelah Maret.

Pasalnya, pembeli India harus mengeluarkan harga premium hingga US$ 20 per ton untuk minyak sawit Indonesia, mengingat pajak ekspor yang meningkat ketika harga mencapai ambang tertentu.

“Itu tidak layak dalam jangka panjang mengingat jumlah yang mereka butuhkan,” kata Sundram. Ini masalah waktu bagi orang India, menjadi pedagang yang cerdas, akan kembali dan mencari harga terbaik.”

Sumber : Kontan.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only