Ada Omnibus Law, Penambahan Objek Kena Cukai tak Perlu DPR

JAKARTA — Pemerintah berencana mempermudah tahapan penambahan objek kena cukai melalui Omnibus Law Perpajakan. Kemudahan tersebut berupa menghapus keterlibatan DPR dalam pembahasan penambahan tiap objek.

Tapi, bukan berarti keterlibatan DPR sama sekali dihilangkan. Menurut Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Heru Pambudi, persetujuan DPR tetap dibutuhkan untuk menyetujui RUU Omnibus Law Perpajakan dan Undang-Undang APBN di tahun terkait.

“Di APBN pasti kan ada unsur pembahasan mengenai target penerimaan dan di dalamnya pasti ada kalkulasi itu,” tuturnya dalam konferensi pers di Gedung Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu, Jakarta, Selasa (11/2).

Dengan demikian, Heru mengatakan, DPR cukup memberikan izin prinsip untuk pemerintah menentukan objek yang ingin dikenai cukai. Hal ini tetap dengan mempertimbangkan tujuan pengendalian yang bersifat dinamis dan fleksibel.

Ke depannya, Heru menjelaskan, ketentuan penambahan atau pengurangan objek cukai cukup melalui Peraturan Pemerintah (PP). Ketentuan ini memungkinkan pemerintah fleksibel dalam menentukan konsumsi jenis barang yang harus dibatasi, sebab penerbitannya cukup membutuhkan tanda tangan presiden, tanpa harus melalui pembahasan bersama DPR.

“Sehingga, tujuan pengendalian dan pembatasan dari barang-barang yang jadi objek cukai baru itu bisa langsung diimplementasikan berdasarkan Peraturan Pemerintah,” kata Heru.

Dalam regulasi saat ini, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Cukai, pemerintah wajib melakukan pembahasan bersama DPR untuk persetujuan melalui rapat kerja ketika ingin menambah objek kena cukai.

Dampaknya, proses pembahasan biasa membutuhkan waktu lama seperti yang terjadi pada cukai plastik. Asumsi penerimaan objek ini telah masuk dalam APBN tiga tahun terakhir, namun sampai saat ini belum dapat berlaku karena masih dalam tahap pembahasan bersama DPR.

Sementara itu, Direktur Jenderal Perpajakan Kemenkeu Suryo Utomo menjelaskan, draft RUU Omnibus Law Perpajakan kini sudah diserahkan pemerintah pusat ke DPR sejak Jumat (31/1). Draft diserahkan bersama dengan naskah akademis dan surat presiden (Surpres).

“Kita menunggu pembahasan selanjutnya dengan dewan,” ujar Suryo.

Sumber : Republika.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only