JAKARTA. Realisasi penerimaan cukai per 11 Februari 2020 terlihat moncer. Pendorongnya realisasi penerimaan bea dan cukai, yang tumbuh 85,8% year on year (yoy). Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan mencatat, realisasi penerimaan bea cukai periode ini mencapai Rp 9,79 triliun atau 4,39% dari target. Dari jumlah itu, penerimaan cukai Rp 5,63 triliun, setara 57,5% dari realisasi. Secara terperinci, penerimaan cukai rokok mencapai Rp 5,05 triliun naik sebelas kali lipat dibandingkan dengan realisasi di 2019 yakni Rp 423,5 miliar.
Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Ditjen Bea dan Cukai Kemkeu Nirwala Dwi Heryanto bilang, pencapaian realisasi penerimaan cukai pada awal tahun ini karena tertopang oleh aksi borong pita cukai atau alias Forestalling pada desember 2019. Hal ini sejalan dengan kebijakan kenaikan tarif cukai rokok sebesar 23% yang berlaku di 2020. Dengan adaya kebijakan kenaikan cukai tersebut, forestalling berlanjut pada Januari 2020 mengingat batas letak pita cukai baru jatuh pada awal Februari 2020.
Meskipun demikian, otoritas bea dan cukai mencatat, forestalling pada periode Desember 2019 – Januari 2020 menurun. Yaitu hanya sekitar Rp 1,5 triliun dibandingkan Desember 2018- Januari 2019 yang mencapai lebih daei Rp 2 triliun. Padahal di 2019, tarif cukai tak mengalami kenaikan. “Meski turun, kontribusi forsetalling-kan ada. Tidak seperti periode biasanya “ kata Nirwala kepada KONTAN, Minggu ( 16/2).
Sementara itu, pertumbuhan penerimaan cukai awal tahun ini menandakan lebih banyak pembayaran cukai secara tunai. Hal ini, sejalan dengan regulasi yang lebih baik di bidang cukai. Karena itulah Ditjen Bea Cukai masih optimistis, penerimaan cukai bisa mencapai target 2020 yang sebesar Rp 179, 3 triliun. Secara materi, kenaikan tarif cukai rokok akan mengimbangi turunnya produksi rokok tahun ini akibat kebijakan kenaikan cukai, yang diprediksi mencapai 3,4% ketimbang tahun lalu.
Disisi lain, penerimaan cukai juga akan juga akan sedikit terbantu oleh penerimaan hasil pengolahan tembakau lainnya(HPTL) yang diramal bakal tumbuh di atas Rp 400 miliar sejalan dengan rencana kenaikann tarif cukai HPTL dan harga jual eceran (HJE).
Kepabeanan anjlok
Ditengan moncernya realisasi penerimaan cukai, penerimaan kepabeanan justru anjlok. Realisasi penerimaan bea masuk dan bea keluar per 11 Februari 2020 masing-masing Rp 3,88 triliun dan Rp 278,15 miliar. Angka ini turun 3,5% yoy dan 35, 04% yoy. Lesunya perdagangan internasional menyebabkan realisasi penerimaan bea masuk sebagai basis perpajakkan barang impor, lunglai. Terlebih, aktivitas ekonomi china yang menjadi mitra dagang terbesar Indonesia, tengah lumpuh akibat wabah korona.
Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Ditjen Bea Cukai Kemkeu Syarif Hidayat mengatakan, saat imlek berlangsung, impor barang dari china akan melambat dibanding periode biasa. Hal ini sesuai historisnya lantaran sebagian aktivitas industri Negeri Tirai Bambu tersebut libur. “ Dua minggu sebelum dan setelah imlek, (impor) pasti turun. Ini siklus begitu, apalagi ekonomi China masih melambat, sehingga perdagangan menurun,” kata Syarif kepada kontan, kemarin.
Syarif juga mengatakan, dampak wabah virus korona perlu diwaspadai. Sebab, pada akhir maret biasanya industri dalam negeri mulai mencari bahan baku dari china. Otoritas bea cukai meramal, realisasi penerimaan bea masuk tahun ini hanya akan mencapai Rp 40 triliun atau 95% dari target Rp 42, 6 triliun. Syarif bilang, kedepan situasi ekonomi global akan menjadi sentimen utama, apalagi dengan adanya kebijakan pemerintah untuk membatasi Impor.
Sumber: Harian Kontan

WA only
Leave a Reply