Pemprov Bali Masih Pikir-Pikir

DENPASAR, Pemerintah Provinsi Bali masih pikir-pikir untuk melaksanakan arahan pemerintah pusat terkait pembebasan Pajak Hotel dan Restoran guna memacu sektor pariwisata yang terpuruk akibat virus corona.

Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana mengatakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali akan mengkaji terlebih dahulu kebijakan tersebut sebelum memutuskan secara final.

Langkah itu perlu dilakukan karena sumbangan Pajak Hotel dan Restoran (PHR) menjadi urat nadi daerah dalam rangka pembiayaan pembangunan. Di sisi lain, pemda tidak bisa begitu saja menolak kebijakan dari pemerintah pusat.

“Hari Senin mendatang, Pak Gubernur akan mengadakan rapat koordinasi dengan seluruh bupati dan pemangku kepentingan untuk menyamakan persepsi terkait kebijakan pusat tersebut,” katanya seusai menghadiri Penutupan Bulan Bahasa di Art Center di Denpasar, Kamis, (27/2).

Menurut Cok Ace, panggilan akrabnya, keterangan dari Kementerian Pariwisata menyebutkan bahwa PHR dihentikan selama 6 bulan. Selain itu disediakan insentif dari pemerintah pusat sebesar Rp3,3 triliun untuk 10 Destinasi Wisata. Namun belum ada petunjuk pelaksanaan di lapangan.

Pertemuan bersama pemangku kepentingan sektor pariwisata Bali nantinya juga membahas soal kemungkinan adanya kabupaten/ kota yang menolak kebijakan tersebut. Meskipun demikian, Wagub menilai keputusan pusat sudah mempertimbangkan berbagai aspek.

Dari insentif Rp3,3 triliun dari pemerintah pusat untuk 10 Destinasi itu, Bali diketahui mendapat bagian 80%. Pemprov Bali melihat bahwa secara proporsional, Bali memang semestinya berhak mendapatkan persentase lebih besar dibandingkan dengan daerah lain.

Cok Ace menekankan insentif yang lebih besar untuk Bali diperlukan bagi industri parwisiata. Bagaimanapun, lanjutnya, sistem yang dibangun di Bali sudah berjalan bertahun-tahun sehingga sedikit saja mata rantai terputus, akan menggangu perekonomian Bali khususnya pembangunan yang sudah dirancang melalui anggaran APBD kabupaten/kota.

“Begitu pula jika ada potensi Pemprov Bali menolak kebijakan pusat, Itu juga dibicarakan nanti, payung hukum saya belum lihat, belum ada penjelasan lagi,” tuturnya.

Sementara itu, Cok Ace memperkirakan potensi Bali kehilangan pendapatan akibat virus Corona diperkirakan berkisar Rp50 miliar perhari.

“Kalau kita lihat market share-nya Tiongkok itu kan 18,2% lebih, dengan pengeluarannya sekitar US$1,100 per arrival [kedatangan], maka Bali kira-kira di bawah Rp50 miliar per hari kehilangan potensi pendapatan devisa kita,” jelasnya.

TEMUI MENTERI

Sementara itu, Ketua DPRD Badung, Putu Parwata, mengatakan kebijakan pemerintah pusat yang membebaskan PHR selama 6 bulan kurang tepat untuk Kabupaten Badung, Provinsi Bali.

Pasalnya, kata dia, Badung sangat bergantung dengan PHR yang berkontribusi besar bagi pendapatan asli daerah (PAD).

“Kami katakan ini baik kebijakannya, tapi kurang tepat untuk kami. Jika selama enam bulan tidak memungut PHR bisa kehilangan banyak PAD,” kata Parwata, Kamis (27/2).

Dia berencana akan bertemu dengan Menteri Keuangan untuk membicarakan hal ini. Menurutnya, kebijakan ini bisa kemungkinan cocok untuk daerah lain, tetapi Badung keberatan.

“Untuk daerah lain tidak masalah, tapi untuk Badung saat ini kami nampak pertimbangkan, kami juga akan bicara lagi sama Bu Menteri dahulu,” kata Parwata.

Kepala Badan Pendapatan dan Pasedahan Agung Kabupaten Badung, I Made Sutama, menuturkan pihaknya belum mengetahui secara pasti perihal distribusi hibah Rp3,3 triliun tersebut.

Dia menjelaskan jika PHR ditiadakan, maka Badung akan kehilangan pendapatan sebesar Rp1,6 triliun. Padahal, pada 2019 lalu Badung menerima PAD dari PHR sebesar Rp3,2 triliun.

Jika dana tersebut dibagikan rata, lanjut dia, bakal memberatkan Pemda Badung, yang mana 88% PAD-nya bersumber dari PHR.

“Skemanya kami belum tahu. Jadi, kami tunggu bagaimana sebenarnya insentif yang diberikan ini,” tutur Sutama.

Sementara itu, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Batam, Muhammad Mansur mendorong hadirnya terobosan baru dari pemerintah untuk menjaga stabilitas ekosistem pariwisata.

Salah satunya adalah memanfaatkan Bandara Internasional Hang Nadim Batam sebagai jalur masuk alternatif wisatawan ke Batam dan daerah lain di Kepulauan Riau, selain Singapura yang tengah bermasalah dengan wabah virus corona.

Tetap hadirnya kunjungan wisatawan baik itu domestik maupun manca negara (wisman) ke Batam, kata Mansur, akan bersanding dengan rencana pemerintah pusat memberlakukan pembebasan pajak hotel dan restoran di beberapa daerah pariwisata unggulan mulai Maret mendatang.

“Kebijakannya bagus, cuma itu [virus corona] tidak bisa prediksi, sementara insentif terbatas. Seharusnya ada terobosan yang lebih bagus lagi, direct flight ke Batam dari negara lain misalnya,” kata Mansur pada Rabu (26/2).

Dia juga mendorong pemerintah daerah dalam hal ini Pemkot Batam untuk melakukan terobosan dalam bentuk kampanye, mengabarkan Batam sangat kondusif.

Terkait dengan manfaat pembebasan pajak hotel dan restoran sendiri, memang akan sangat dirasakan. Namun demikian, upaya lain memang harus tetap dilakukan di tengah penurunan okupansi hotel di Batam.

Sumber : Harian Bisnis Indonesia

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only