Banyak Tebar Insentif, Sri Mulyani Akui Utang Akan Makin Banyak Dibutuhkan

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, memprediksi defisit anggaran 2020 akan melebar dari yang ditetapkan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yaitu sebesar 1,76 persen. Pelebaran defisit tersebut disebabkan pemberian sejumlah insentif akibat menurunnya kondisi ekonomi global.

“Di dalam mengelola kebijakan fiskal, tentu kita ketahui bahwa ada pemasukan dan pengeluaran. Tapi tujuannya untuk kelola ekonomi. Jadi kalau ekonomi turun, penerimaan pajak lemah, kita memang harus siapkan diri untuk tingkatkan defisit,” ujarnya di Pacific Place, Jakarta, Rabu (26/2).

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut belum menghitung secara pasti seberapa besar pelebaran defisit. Namun, pelebaran defisit akan ditambal melalui penerbitan utang baru seperti yang dilakukan selama ini dilakukan.

“Nanti dilihat, hitungannya kombinasi berbagai hal, tapi kita sudah antisipasi karena UU APBN 2020 defisit desain 1,76 persen cukup konservatif, tapi nanti kita akan liat roomnya masih sangat ada,” jelasnya.

Pemerintah, menurutnya, sudah menggelontorkan anggaran Rp10,3 triliun untuk sederet insentif sejauh ini. Selain itu, lewat RUU omnibus law perpajakan terdapat juga berbagai pemotongan tarif pajak yang akan berdampak pada penerimaan.

“Kalau pemerintah ikut mengencangkan ikat pinggang, yang terjadi procyclical. Ekonomi lemah, pemerintah tetap mau karena penerimaan surut, kita potong semua belanja, maka ekonomi nyungsep,” jelas Menteri Sri Mulyani.

Utang Pemerintah Januari 2020 Capai Rp 4.817,5 Triliun

Kementerian Keuangan (Keuangan) mencatat total utang pemerintah hingga Januari 2020 sebesar Rp4.817,5 triliun. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan posisi utang pada Januari 2019 yang mencapai Rp4.498,6 triliun.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, merincikan total utang pemerintah pusat tersebut terdiri dari pinjaman, baik itu pinjaman bilateral, multilateral komersial, sampai pinjaman dalam negeri dengan total Rp751,90 triliun.

Sementara itu, outstanding Surat Berharga Negara mencapai Rp4.065,65 triliun. Secara keseluruhan, posisi utang hingga saat ini mencapai 30,21 persen terhadap PDB.

“Peningkatan tersebut lebih disebabkan adanya peningkatan utang dari SBN dan pinjaman dalam negeri,” kata Menteri Sri Mulyani di Kantornya, Jakarta, Rabu (19/2).

Menteri Sri Mulyani mengatakan pemerintah telah melakukan realisasi utang sebesar Rp122,47 triliun pada Januari 2019. Hal ini disebabkan karena adanya penarikan utang di awal tahun.

“Karena adanya front loading yang dilakukan dalam rangka antisipasi kondisi pasar dan kesempatan yang cukup preferable pada Februari ini,” kata Sri Mulyani di kantornya, Rabu (20/2).

Pemerintah masih mengandalkan sumber pembiayaan utang utamanya melalui penerbitan SBN. Meskipun terdapat kecenderungan pertumbuhan yang menurun dari sumber pembiayaan SBN seiring menurunnya pertumbuhan defisit APBN selama beberapa tahun belakangan.

“Selain bertumpu pada penerbitan SBN, strategi pembiayaan utang juga melibatkan pinjaman dalam negeri dan luar negeri. Pinjaman dalam negeri mengutamakan pada kegiatan prioritas.”

Sumber : merdeka.com

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only