JAKARTA. Pemerintah masih memfinalisasi kebijakan-kebijakan utuk menstimulasi perekonomian di tengah tekanan akibat dampak wabah Covid-19 (korona). Di antaranya adalah kebijakan fiskal dari sisi perpajakan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menyatakan bahwa pemerintah akan memberikan insentif pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 atau pajak karyawan. Ternyata, insentif tak hanya itu, pemerintah juga memberikan insentif perpajakan lainnya.
“Kami pertimbangkan semua. PPh 21, 22, bahkan 25 kami akan lihat semua, termasuk restitusi PPN dipercepat. Kami sekarang sedang menghitung secara keseluruhan,” kata Sri Mulyani, Kamis (5/3).
Sayangnya, Sri Mulyani masih enggan menjelaskan skema dari masing-masing insentif perpajakan tersebut. Menkeu menyatakan saat ini masih menghitung dan akan mempresentasikannya di hadapan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan kabinet, terlebih dahulu. “Kami sedang hitung dan akan kami sampaikan ke Presiden,” tandasnya.
Tak hanya itu, Sri Mulyani mengatakan, Kemkeu juga sedang menentukan sektor apa saja yang akan diberikan insentif fiskal, baik dari sisi korporasi maupun masyarakat. Terutama, yang paling terkena dampak.
Managing Partner DDTC Darussalam menilai, instrumen pajak memang dapat menjadi salah satu instrumen efektif untuk menjaga kestabilan ekonomi yang sedang tertekan. Namun, insentif-insentif tersebut perlu didesain secara hati-hati agar tak berbalik menjadi bumerang bagi kinerja anggaran negara.
Wacana untuk insentif PPh 21 atau pajak karyawan, misalnya, dinilainya lebih baik diberikan melalui skema penundaan ketimbang pembebasan. Meski insentif pajak karyawan ini pernah diterapkan pada periode krisis 2009 silam, pemerintah perlu menelusuri sejauh mana kesamaan permasalahan kondisi ekonomi saat itu dan saat ini.
Selain itu, pemerintah juga perlu menetapkan kriteria perusahaan yang berhak memperoleh fasilitas fiskal tersebut. Apalagi PPh karyawan menyumbang kontribusi yang relatif besar dan stabil di tengah tekanan perekonomian, yaitu sekitar 10%-12% dari total penerimaan pajak.
“Jadi saat ini lebih untuk mengurangi kesulitan cash flow perusahaan. Sebab, persoalannya lebih pada menurunnya daya beli dan permintaan agregat,” tutur Darussalam, Kamis (5/3).
Pengamat Pajak DDTC Bawono Kristiadji menambahkan, insentif yang disiapkan pemerintah sebaiknya juga mengutamakan sektor kesehatan yaitu industri farmasi dan alat kesehatan.
“Belum terlihat insentif kesana padahal keduanya harus didukung agar pasokan barang penunjang kesehatan terjamin. Bisa juga insentif untuk pekerja di sektor kesehatan,” kata Bawono.
Sumber : Harian Kontan

WA only
Leave a Reply