Habis-Habisan Obral Insentif demi Korona

Pemerintah menyiapkan beberapa strategi guna menahan efek virus korona terhadap kinerja ekonomi.

Pemerintah betul-betul puyeng tujung keliling memikirkan dampak virus korona ke sektor ekonomi. Pasalnya, virus asal Wuhan, China, itu telah menghantam berbagai lini ekonomi, baik dari sisi industri, perdagangan, investasi dan pariwisata.

Tentu efek virus ini menjadi bandul berat bagi pertumbuhan ekonomi. Bahkan, gara-gara korona, Kementerian Keuangan (Kemkeu) telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini menjadi 4,7% dari target sebelumnya 5,3%.

“Pertumbuhan ekonomi global yang diperkirakan mengalami peningkatan karena perbaikan kondisi keuangan global dan berkurangnya ketergantungan geopolitik, ketidakpastian kebijakan dan Covid-19 (virus korona),” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Dampak virus ini memang tidak main-main. Dari sisi perdagangan, misalnya, penyebaran korona telah mempengaruhi kegiatan ekspor impor Indonesia ke Tiongkok. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kemkeu mencatat, devisa impor Indonesia ke Negeri Panda turun drastis hingga separuhnya akibat penyebaran virus yang juga disebut Covid-19 ini.

Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemkeu) Syarif Hidayat mnegatakan, nilai devisa impor dari Tiongkok pada pekan terakhir Februari hanya sebesar US% 463 juta. Angka itu susut hinga 51% atau turun US$ 485 juta dibanding pekan terakhir Januari yang US$ 984 juta.

“Kita bisa lihat dampak dari korona ini sudah terlihat dengan adanya penurunan impor dari Tiongkok,” kata Syarif.

Adapun komoditas yang mengalami penurunan nilai devisa impor paling tajam, yakni tekstil sekitar 58,3% dari US$ 136,1 juta menjadi US$ 56,8 juta. Kemudian impor mesin anjlok 17,9% menjadi US$ 139,7 juta dan impor komputer turun 80,1% menjadi US$ 16,1 juta.

Kinerja ekspor ke Tiongkok juga loyo. Per Januari 2020, nilai ekspor ke Negeri Panda masih tercatat US$ 557 juta. Namun, di akhir Februari 2020 turun menjadi US$ 506 juta.

Komoditas yang cukup terpukul adalah batu bara dari US$ 191,5 juta di akhir Januari 2020 turun menjadi US$ 118,3 juta di minggu ketiga Februari 2020.

Pemerintah akan menurunkan bea masuk impor produk bahan baku industri.

Bukan sektor manufaktur dan perdagangan saja yang terkena imbas, sektor pariwisata juga terdampak wabah korona. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia turun 7,62% pada Januari 2020.

Kunjungan wisman menurun dari sejumlah negara, seperti Singapura, Malaysia, Jepang, hingga Australia. Dengan penurunan itu jumlah kunjungan wisman per Januari 2020 hanya 1,27 juta. Jumlah itu lebih rendah dari Desember 2019 sebesar 1,37 juta kunjungan, meski sedikit lebih tinggi dari Januari 2019 sebanyak 1,2 juta kunjungan.

“Dampak korona mulai terlihat, beberapa negara alami penurunan seperti China, Singapura, Malaysia itu turun di minggu terakhir akibat pengaruh korona,” jelas Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Yunita Rusandi.

Dampak buruk penyebaran wabah ini diakui para pelaku usaha. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, wabah korona membuat aktivitas ekspor impor Indonesia terganjal sulitnya akses dari dan menuju China.

“Ekspor impor sudah mulai menurun. Kalau kondisi ini terus berlanjut bakal mengkhawatirkan,” ungkapnya.

Pasalnya, banyak komoditas ekspor Indonesia mengandalkan pasar China, seperti batubara, minyak sawit (crudle palm oil/CPO), dan nikel. Begitu juga dengan kelangsungan aktivitas produksi di dalam negeri lantaran banyak pelaku manufaktur menggantungkan bahan baku dari China.

Sementara sejak korona merebak, aktivitas pabrik di China banyak shutdown alias tidak beroperasi. Menurut dia, sulit mencari alternatif selain China buat mengisi kebutuhan bahan baku manufaktur karna harganya yang murah.

Nunung Rusmiati, Ketua Umum Association Of The Indonesia Tours and Travel Agencies (Asita) juga mengakui, korona telah memukul sektor pariwisata, terutama turunnya wisman China.

Asal tahu, dalam lima tahun terakhir, wisman China berada di posisi kedua terbanyak setelah, Malaysia, dengan jumlah kunjungan 1,8 juta hingga 2 juta orang. Dengan asumsi setiap wisman menghabiskan rata-rata US$ 1.400 per orang, maka potensi devisanya mencapai US$ 2,8 juta.

Menurut Rusmiati, sebesar itu pula potensi hilangnya devisa pariwisata dari anjloknya kunjungan wisman China akibat korona. “Itu belum dari wisman lainnya,” katanya.

Geber insentif

Pemerintah sendiri tidak tinggal diam menyaksikan ekonomi yang babak belur dihajar korona. Berbagai cara pemerintah tempuh supaya roda ekonomi tetap melaju di tengah kuatnya tekanan global itu.

Di sektor manufaktur, misalnya, pemerintah menebar insentif, baik fiskal maupun non fiskal. Salah satunya adalah perpajakan bagi dunia usaha. Insentif tersebut berupa penurunan pajak penghasilan (PPh) badan, pelonggaran setoran pajak korporasi maupun percepatan restitusi.

Langkah strategis lainnya adalah dengan menurunkan bea masuk impor produk bahan baku industri. “Kalau bisa dihapus samasekali itu akan baik, paling tidak akan baik, paling tidak akan diturunkan. Prinsipnya, sudah diputuskan,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.

Agus mengakui, Negeri Tirai Bambu yang tengah dilanda virus korona menjadi salah satu negara pemasok bahan baku terbesar untuk sejumlah sektor industri di Indonesia. Dengan wabah Covid-19 ini, kegiatan manufaktur di China terganggu. Akibatnya, banyak negara termasuk Indonesia mencari alternatif negara lain untuk memenuhi bahan baku.

“Saat tidak ada korona, semua cari bahan baku ke China, karena dia murah. Nah jika China tidak bisa, dari negara lain pasti lebih mahal,” ungkapnya.

Selain memangkas bea masuk, pemerintah juga akan melonggarkan izin impor bahan baku. Upaya meredam dampak korona terhadap rantai pasok di sektor riil ini akan diberikan kepada 500 perusahaan.

“Pelonggaran izin impor ini diharapkan bisa berlaku efektif secepatnya,” kata Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi.

Adapun kemudahan izin impor berada pada tahap pre-clearance. Di mana impor barang-barang yang masuk dalam larangan terbatas (lartas) tidak perlu diverifikasi lagi ke Kemdag. “Jadi lebih mudah alias auto approval,” jelas Heru.

Sektor pariwisata juga tak luput dari perhatian pemerintah. Beberapa program yang disiapkan adalah insentif bagi kunjungan ke 10 destinasi wisata prioritas, pengurangan tarif pelayanan jasa penumpang pesawat udara, dan diskon avtur oleh PT Pertamina.

Selain itu, ada juga realokasi anggaran khusus untuk 10 destinasi wisata dan pembebasan pajak hotel dan restoran di 10 destinasi wisata unggulan. Berbagai insentif itu menyasar baik wisman maupun wisatawan domestik.

Salah satu contoh adalah insentif bagi industri penerbangan yang membawa turis asing ke lokasi wisata prioritas. Kemudian ada juga diskon khusus yang diberikan ke travel agent yang bisa membawa masuk turis asing. Lalu ada juga anggaran promosi sebesar Rp 103 miliar, kegiatan turisme sebesar Rp 25 miliar, serta influencer sebanyak 72 miliar.

Untuk wisatawan lokal, diskon tarif tiket pesawat akan diberikan sebesar 30% untuk 10 tujuan wisata. Angka 30% dibatasi dengan kuota sebanyak 25% dari tiap seat di tiap penerbangan. Aturan ini berlaku tiga bulan ke depan, yakni Maret, April, dan Mei 2020.

Selain sektor pariwisata, pemerintah juga menyasar sektor lain, yakni perumahan. Rencananya, pemerintah akan menambah volume rumah bersubsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sekitar 224.000 unit rumah dengan estimasi penambahan anggaran Rp 1,5 triliun.

Pemerintah juga telah mengalokasikan dana Fasilitas Pembiayaan Perumahan (FLPP) tahun ini sebesar Rp 11 triliun untuk 102,500 unit rumah. “Sektor perumahan memberikan multiplier effect yang besar juga sehingga kami diminta untuk meningkatkan insentif,” kata Sri Mulyani.

Dari sisi konsumsi masyarakat, pemerintah juga menambah anggaran program bantuan sosial (bansos) dari program Kartu Sembako sebesar Rp 3,8 triliun. Sebagai catatan alokasi anggaran ini sebesar Rp 28,08 triliun untuk program serupa bernama Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).

Asal tahu saja, program Bansos memang menjadi andalan tahun ini. Pemerintah telah mengalokasi dana Bansos dalam APBN 2020 sebesar Rp 226,1 triliun atau naik 12,5% dibandingkan dengan alokasi anggaran tahun lalu yang mencapai Rp 200,9 triliun.

Sementara, demi memperkuat daya tahan menghadapi tekanan ekonomi dunia, pemerintah pusat juga mendorong belanja APBN oleh pemerintah daerah. Arif Baharudin, Plt Kepada Badan Kebijakan Fiskal (BKF) mengatakan, semua upaya itu dilakukan guna mengurangi dampak virus korona ke sektor ekonomi. “Semua upaya itu merupakan langkah antisipasif dan responsif pemerintah,” ujarnya.

Sumber : Tabloid Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only