Tebar Stimulus Pembayaran Pajak Siap Dilonggarkan

JAKARTA, Pemerintah memastikan insentif untuk meningkatkan stamina ekonomi untuk menangkal efek berkelanjutan akibat wabah virus korona siap keluar. Saat ini, prosesnya sudah hampir rampung.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut, instrumen kebijakan fiskal yang disiapkan tak jauh berbeda dengan kebijakan saat ekonomi bergejolak akibat krisis ekonomi pada 2008-2009 lalu.

“Untuk kebijakan fiskal akan kami buka seluruh pilihan policy yang pernah dilakukan 2008-2009. Walau sumbernya (virus korona) beda, tapi imbasnya ke sektor keuangan memunculkan dinamika mirip,” tandas Menkeu, Selasa (10/3).

Beberapa kebijakan fiskal yang akan dilonggarkan: pertama, penundaan pembayaran pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 bagi buruh, PPh Pasal 22 bagi importir, PPh Pasal 25 bagi badan usaha. Mereka kelak boleh mengangsur pembayaran penghasilannya.

Kedua, percepatan restitusi pajak pertambahan nilai (PPN). Pemerintah akan menaikkan batas maksimal restitusi PPN ke pengusaha kena pajak (PKP) dari yang berlaku sekarang maksimal Rp 1 miliar, menjadi Rp 5 miliar.

Kebijakan ini diharapkan bisa membantu likuiditas atau arus kas (cash flow) pelaku usaha di tengah ketidakpastian akibat merebaknya virus korona. “Korona membuat pergerakan orang berhenti sehingga pendapatan dan cash flow terganggu, padahal ini penting bagi dunia usaha,” ujar Menkeu.

Monitoring atau pemantauan pasar juga dilakukan bersama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

“Kebijakan yang di keluarkan pun fleksibel atau menyesuaikan kebutuhan pasar,”ujar Menkeu. Antara lain, pelonggaran buy back dan penghentian perdagangan yang berlaku hari ini.

Kata Menkeu, pemerintah menyiapkan skenario kebijakan fiskal jangka pendek, Maret atau April, sementara jangka panjang sekitar enam bulan sampai akhir tahun. Ini artinya, insentif fiskal yang akan ditebar hingga akhir 2020.

Jika merujuk efektivitas jurus ini, kebijakan percepatan restitusi pajak sejatinya sudah berjalan sejak April 2018, untuk mengurangi beban biaya kepatuhan (compliance).

Namun kebijakan ini membuat jumlah restitusi pajak melonjak tajam sehingga penerimaan pajak rendah. Menkeu bahkan pernah menduga adanya penyalahgunaan kebijakan ini. Sebab, restitusi PPN tumbuh signifikan tak sebanding dengan penerimaan PPN. Makanya, Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kemkeu berniat meninjau lagi beleid itu.

Dewan Penasihat Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Suderajat berharap, janji ini segera direalisasikan agar memberikan kepercayaan ke pebisnis. Apalagi, kondisi industri sedang shock baik dari sisi supply maupun demand.

Managing Partner Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam menyarankan insentif berlaku untuk semua. “Input di sektor-sektor strategis juga membutuhkan stimulus,” kata dia.

Sumber : Harian Kontan

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only