DJP Sebut Konsensus Global Pajak Digital Terganjal Dua Hal ini

Jakarta, Ditjen Pajak (DJP) meyakini konsensus global merupakan solusi jangka panjang terbaik untuk membagi hak pemajakan antarnegara atas transaksi ekonomi digital.

Direktur Perpajakan Internasional DJP John Hutagaol mengatakan konsensus atas BEPS Action 1 akan menjadi fokus utama DJP, meski otoritas sudah memiliki payung hukum untuk memulai rezim pemajakan atas ekonomi digital melalui Perpu No.1/2020.

“Konsensus Global atas BEPS Action 1 direncanakan tercapai akhir 2020 ini, [dan diyakini] masih menjadi long term solution,” katanya Kamis (23/4/2020).

Meski begitu, jalan untuk menuju kesepakatan global menemui tantangan besar menjelang tenggat akhir tahun ini di antaranya pandemi Corona yang belum mereda, sehingga proses pembahasan konsensus terganggu.

Imbasnya, kelompok kerja untuk penyusunan konsensus dan Task Force on Digital Economy (TFDE) terpaksa mengubah format pertemuan antar delegasi. Tak hanya itu, Corona atau Covid-19 juga membuat jadwal pertemuan G20 menjadi tidak pasti.

“Jadwal the Inclusive Framework yang semula dijadwalkan tanggal 1-2 Juli 2020 di Berlin terancam tertunda. Ini juga akan berdampak pada jadwal pertemuan Menkeu dan Gubernur Bank Sentral G20 di Jeddah,” jelas John.

Tantangan lainnya adalah adanya perbedaan kepentingan antara negara maju dengan negara berkembang. John khawatir perbedaan kepentingan tersebut membuat kesepakatan untuk memajaki ekonomi digital menjadi sulit tercapai.

“Pada babak akhir pembahasan, polarisasi kepentingan atas teknis penyusunan ketentuan perpajakan global atas ekonomi digital terbagi dalam dua kutub itu semakin terlihat,” tutur John. (rig)

“Konsensus Global atas BEPS Action 1 direncanakan tercapai akhir 2020 ini, [dan diyakini] masih menjadi long term solution,” katanya Kamis (23/4/2020).

Meski begitu, jalan untuk menuju kesepakatan global menemui tantangan besar menjelang tenggat akhir tahun ini di antaranya pandemi Corona yang belum mereda, sehingga proses pembahasan konsensus terganggu.

Imbasnya, kelompok kerja untuk penyusunan konsensus dan Task Force on Digital Economy (TFDE) terpaksa mengubah format pertemuan antar delegasi. Tak hanya itu, Corona atau Covid-19 juga membuat jadwal pertemuan G20 menjadi tidak pasti.

“Jadwal the Inclusive Framework yang semula dijadwalkan tanggal 1-2 Juli 2020 di Berlin terancam tertunda. Ini juga akan berdampak pada jadwal pertemuan Menkeu dan Gubernur Bank Sentral G20 di Jeddah,” jelas John.

Tantangan lainnya adalah adanya perbedaan kepentingan antara negara maju dengan negara berkembang. John khawatir perbedaan kepentingan tersebut membuat kesepakatan untuk memajaki ekonomi digital menjadi sulit tercapai.

“Pada babak akhir pembahasan, polarisasi kepentingan atas teknis penyusunan ketentuan perpajakan global atas ekonomi digital terbagi dalam dua kutub itu semakin terlihat,” tutur John.

Sumber : ddtc.co.id

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WhatsApp WA only